![]() |
image source: multicultural.com |
baca juga: Manajemen Kelas Interaksi Guru dan Siswa di Lingkungan Sekolah
Pendekatan pendidikan multi-kultural
Ada empat pendekatan pendidikan multi-kultural yang dapat diterapkan pengajar, yaitu:
1. Human Relations Approach
Yaitu model pengajaran yang menekankan perkembangan konsep diri yang positif dan juga minat para siswa (York, dalam Parsons, Hinson, & Sardo-Brown, 2001). Pada pendekatan ini, siswa belajar mengenai persamaan dan perbedaan antara masyarakat dan cara bagaimana membangun keterampilan sosial. Peran pengajar di sini adalah mendorong para siswa untuk mempelajari kesamaan dan perbedaan di antara mereka dan menghindarkan mereka menyakiti perasaan orang lain.
2. Single groups study approach
Yakni model pengajaran yang menekankan self-exploration dari elemen-elemen dan sumber-sumber budaya (York, dalam Parsons, Hinson, & Sardo-Brown, 2001). Prinsip dasarnya adalah bahwa kalau kita ingin merangkul perbedaan, kita harus mengerti diri sendiri terlebih dahulu. Di sini, para siswa didorong untuk menjelajah elemen-elemen dan sumber-sumber budayanya.
3. Transformative multi-cultural education model
Adalah model pengajaran yang terfokus pada nilai-nilai perbedaan. Pengajar menghadirkan sejumlah perspektif budaya. Melalui model ini, para siswa belajar mengenai kontribusi dan karakteristik dari berbagai kebudayaan yang berbeda, melalui literatur yang multi-kultural, pengalaman-pengalaman multi-linguistik, dan berbagai nara sumber. Penekanannya di sini adalah bahwa perbedaan itu suatu hal yang bagus.
4. Antibias education
Yaitu model pengajaran yang menekankan perbedaan dari masyarakat dan strategi penyelesaian masalah. Salah satu contohnya adalah usaha pengajar yang bekerja dengan para siswa yang berbeda secara linguistik (Parsons, Hinson, & Sardo-Brown, 2001).
Tujuan Pendidikan Multi-Kultural
Beberapa tujuan dari pendidikan multi-kultur adalah:
Untuk mencapai tujuan itu, tentu tidak lah mudah. Oleh karena itu, para pengajar hendaknya memegang prinsip-prinsip pendidikan multi-kultur, yaitu:
Dalam operasionalisasinya, Boutte & McCormick (dalam Henson & Eller, 1999) menyarankan bebarapa hal sebagai komponen dasar untuk meningkatkan ruang kelas yang multi-kultur, yaitu:
1. Modeling dari pengajar
Bila para pengajar menunjukkan bahwa mereka menilai orang-orang dari karakteristik dan latar belakang yang berbeda, maka siswa akan merasakan dan mengikuti sikap ini.
2. Memasukkan kebudayaan dalam kurikulum
Kurikulum harus memasukkan adat atau kebiasaan agama, musik, seni, dan literatur yang menggambarkan berbagai kebudayaan.
3. Literatur multi-kultur
Para pengajar harus menggunakan literatur yang menampilkan perbedaan gender dan anak-anak dengan ras yang berbeda dan lingkungan rumah.
4. Pengalaman multi-kultur
Dengan menambahkan kurikulum dengan hal-hal yang berhubungan dengan bahasa, pengajar dapat mendidik siswanya untuk menghargai perbedaan bahasa.
5. Nara sumber dari budaya yang berbeda
Keluarga atau anggota komunitas yang bersedia, dapat diundang ke kelas untuk berbagi kebudayaan.
Sekian artikel tentang Pengertian dan Tujuan Pendidikan Multikultural Menurut Ahli.
Yaitu model pengajaran yang menekankan perkembangan konsep diri yang positif dan juga minat para siswa (York, dalam Parsons, Hinson, & Sardo-Brown, 2001). Pada pendekatan ini, siswa belajar mengenai persamaan dan perbedaan antara masyarakat dan cara bagaimana membangun keterampilan sosial. Peran pengajar di sini adalah mendorong para siswa untuk mempelajari kesamaan dan perbedaan di antara mereka dan menghindarkan mereka menyakiti perasaan orang lain.
2. Single groups study approach
Yakni model pengajaran yang menekankan self-exploration dari elemen-elemen dan sumber-sumber budaya (York, dalam Parsons, Hinson, & Sardo-Brown, 2001). Prinsip dasarnya adalah bahwa kalau kita ingin merangkul perbedaan, kita harus mengerti diri sendiri terlebih dahulu. Di sini, para siswa didorong untuk menjelajah elemen-elemen dan sumber-sumber budayanya.
3. Transformative multi-cultural education model
Adalah model pengajaran yang terfokus pada nilai-nilai perbedaan. Pengajar menghadirkan sejumlah perspektif budaya. Melalui model ini, para siswa belajar mengenai kontribusi dan karakteristik dari berbagai kebudayaan yang berbeda, melalui literatur yang multi-kultural, pengalaman-pengalaman multi-linguistik, dan berbagai nara sumber. Penekanannya di sini adalah bahwa perbedaan itu suatu hal yang bagus.
4. Antibias education
Yaitu model pengajaran yang menekankan perbedaan dari masyarakat dan strategi penyelesaian masalah. Salah satu contohnya adalah usaha pengajar yang bekerja dengan para siswa yang berbeda secara linguistik (Parsons, Hinson, & Sardo-Brown, 2001).
Tujuan Pendidikan Multi-Kultural
Beberapa tujuan dari pendidikan multi-kultur adalah:
- Mengetahui bahwa perubahan sosial dan budaya sedang terjadi di masyarakat.
- Memahami bahwa perbedaan merupakan hal yang sangat penting, dan dengan mempelajarinya dapat membantu mengerti orang banyak.
- Meningkatkan interaksi inter- dan intra-kelompok dengan mengajarkan siswa tentang berbagai budaya dan cara-cara berinteraksi dengan siswa lain yang berasal dari budaya lain.
- Mengajarkan pengertian dan keterampilan lintas-budaya kepada siswa sehingga mereka dapat dan mau berpartisipasi dalam multi-kultur dunia yang memiliki ketergantungan satu sama lain (Cushner et al., dalam Gage & Berliner, 1992).
Untuk mencapai tujuan itu, tentu tidak lah mudah. Oleh karena itu, para pengajar hendaknya memegang prinsip-prinsip pendidikan multi-kultur, yaitu:
- Masyarakat biasanya mengkomunikasikan identitas budayanya dengan orang lain dalam hubungan yang paling luas.
- Karena kita adalah multi-kultur, maka identitas budaya kita bersifat dinamis dan selalu berubah.
- Walaupun kebudayaan adalah hal yang kompleks dan bervariasi, tetapi tetap terpola.
- Interaksi dengan budaya lain dapat dilihat sebagai sumber untuk dapat memahami.
- Masyarakat memegang perspektif multi-kultural sebagai usaha untuk menemukan kesamaan antara individu-individu (Pederson, dalam Gage & Berliner, 1992).
Dalam operasionalisasinya, Boutte & McCormick (dalam Henson & Eller, 1999) menyarankan bebarapa hal sebagai komponen dasar untuk meningkatkan ruang kelas yang multi-kultur, yaitu:
1. Modeling dari pengajar
Bila para pengajar menunjukkan bahwa mereka menilai orang-orang dari karakteristik dan latar belakang yang berbeda, maka siswa akan merasakan dan mengikuti sikap ini.
2. Memasukkan kebudayaan dalam kurikulum
Kurikulum harus memasukkan adat atau kebiasaan agama, musik, seni, dan literatur yang menggambarkan berbagai kebudayaan.
3. Literatur multi-kultur
Para pengajar harus menggunakan literatur yang menampilkan perbedaan gender dan anak-anak dengan ras yang berbeda dan lingkungan rumah.
4. Pengalaman multi-kultur
Dengan menambahkan kurikulum dengan hal-hal yang berhubungan dengan bahasa, pengajar dapat mendidik siswanya untuk menghargai perbedaan bahasa.
5. Nara sumber dari budaya yang berbeda
Keluarga atau anggota komunitas yang bersedia, dapat diundang ke kelas untuk berbagi kebudayaan.
Sekian artikel tentang Pengertian dan Tujuan Pendidikan Multikultural Menurut Ahli.