Contoh Interpretasi dan Administrasi Tes Rorschach

Pengantar Tes Proyeksi
1/15/2016
Contoh Interpretasi dan Administrasi Tes Rorschach - Tes Rorschach adalah salah satu alat ukur dalam metode proyeksi yang menjadi penting untuk dikuasai mahasiswa sebagai slah satu kompetensi kesarjanaan psikologi. Melalui artikel ini diharapkan dapat melaksanakan administrasi dan skoring tes Rorschach, sehingga mahasiswa dapat menjadi instruktor dan melaksanakan tes rorschacn secara benar.

baca juga: Sejarah dan Teori Interpretasi Tes Rorschach dalam Psikologi

A. Persiapan dan Garis Besar Tahapan Praktikum Pemeriksaan

1. Setting ruangan
  • Aturlah kartu-kartu dalam posisi terbalik dengan posisi kartu I berada paling atas dan kartu X berada pada urutan terbawah. Tumpukan kartu sebaiknya cukup jauh dari jangkauan subyek.
  • Siapkan alat-alat lain yang diperlukan untuk keperluan praktikum pemeriksaan, seperti kertas, lembar kerja, peta lokasi, alat tulis, stopwatch , dll.
  • Pengaturan posisi duduk antara testee dan tester dapat dibuat berhadapan, berdampingan, atau berdampingan dengan tester mengambil sedikit jarak di belakang testee. Bagi orang Timur, duduk berhadapan atau berdampingan tidak begitu mengganggu. Namun menurut Exner (dalam Prihanto, 1994), posisi duduk sebaiknya tidak berhadap-hadapan. Exner menyarankan tester duduk di sebelah subjek agak ke belakang sehingga tester dapat mengamati semua perilaku testee selama pemeriksaan dan membuat catatan-catatan tanpa mengganggu testee.

Contoh Interpretasi dan Administrasi Tes Rorschach_

2. Memperhatikan hubungan testee dengan tester. Rapport yang baik adalah penting. Seorang tester yang baik mampu menciptakan suasana yang tidak membuat testee tegang namun tetap dalam situasi yang terkontrol.

3. Upayakan semua kondisi (fisik, psikis, ruangan, waktu pelaksanaan pemeriksaan, dsb) mendukung kesejahteraan subyek.

4. Mengecek kondisi testee saat pemeriksaan. Hal yang harus dicek antara lain:
  • Kondisi fisik testee. Misalnya apakah testee dalam kondisi lelah atau sakit.
  • Kondisi psikologis testee, misalnya apakah testee baru bersedih, dll
  • Pengamalan testee dengan tes Rorschach. Pernahkah diperiksa dengan tes Rorschach, di mana, untuk keperluan apa?.

5. Anamnesis

Anamnesis juga berguna untuk menjalin rapport dengan testee, mencairkan kebekuan, dan menenangkan testee. Apabila dalam praktikum pemeriksaan testee masih cemas, berikan waktu untuk menenangkan dan membuat testee lebih merasa nyaman. Tester dapat menjelaskan sedikit tentang maksud pemeriksaan dan sekilas tentang prosedur pemeriksaan yang akan dijalani. Penting untuk diingat oleh tester bahwa testee hanya boleh diberi informasi mengenai prosedur pemeriksaan dan tidak boleh lebih dari itu.

Tester harus tahu beberapa hal tentang testee, agar nantinya interpretasi tentang dinamika kepribadian tidak dilakukan secara buta. Sekali lagi ditekankan bahwa data hasil pemeriksaan dengan alat tes bukanlah segalanya dan informasi yang diperoleh dari berbagai sumber (terutama wawancara) penting untuk diperhatikan terutama dalam interpretasi. Informasi yang dapat digali dalam anamnesis diantaranya:

a. Keadaan keluarga:
  • Identitas orang tua
  • Jumlah saudara (jenis kelamin dan pendidikannya)
  • Urutan saudara, posisi kelahiran testee
  • Pola asuh, kedekatan dengan orang tua, hubungan dengan saudara
  • dll

b. Pengalaman masa kecil

c. Riwayat pendidikan, hobby, minat, aspirasi masa depan

d. Pergaulan sosial
  • Apakah mengalami kesulitan dalam bergaul
  • Apakah ada orang yang dekat (punya pacar, sudah berapa lama menjalin hubungan, dsb)

e. Pandangan terhadap diri sendiri dan masalah-masalah pribadi yang dialami

6. Pemeriksaan

Untuk menunjang praktikum pemeriksaan berjalan optimal, tester harus sudah cukup mengenal cara scoring jawaban dan cukup tahu kemungkinan interpretasi secara garis besar. Namun untuk sarjana Psikologi, cukup sebatas cara scoring. Pembahasan tata laksana pemeriksaan dibahas pada poin B.

7. Wawancara penutup

Informasi yang belum jelas tentang testee dan beberapa dugaan yang muncul setelah mengamati hasil pemeriksaan dapat digali secara mendalam pada wawancara penutup. Yang penting tidak boleh sampai memberitahu bagaimana cara interpretasi atau respon yang diharapkan dalam pemeriksaan. Apabila testee tahu hal tersebut, kemungkinan pemeriksaan menjadi tidak valid.

B. Tahap Pemeriksaan

Secara garis besar terdapat 4 tahap yang dilakukan dalam tes Rorschach. Yang harus dilakukan adalah tahap I dan II, sedangkan dilakukan atau tidaknya tahap III dan IV akan sangat tergantung pada hasil pemeriksaan pada tahap I dan II.

Tahap I : Performance Proper (Free Association Procedure)

Tahap ini dimaksudkan untuk memperoleh jawaban testee secara spontan dalam suasana yang sangat permisif dan tidak terstruktur. Artinya, pembatasan maupaun dorongan dalam memberikan respon hendaknya dilakukan seminimum mungkin sehingga respon yang diperoleh benar-benar murni dan spontan dari testee. Tugas utama tester adalah mencatat semua respon testee. Pada dasarnya tidak ada instruksi baku kata-perkata dalam tes ini. Namun umumnya, instrusi yang diberikan adalah sebagai berikut:

Saya mempunyai 10 kartu (menunjuk 10 kartu yang sudah diatur sebelumnya) yang akan saya tunjukkan satu per satu kepada saudara. Kartu-kartu ini berisi bercak tinta yang dibuat dengan memercikkan tinta di atas kertas, kemudian melipatnya ditengah-tengah, kemudian dibuka lagi. Anda dapat melihat macam-macam hal di dalam bercak tinta tersebut. Tugas saudara adalah mengatakan kepada saya apa yang saudara lihat dalam kartu-kartu tersebut.

Tidak ada kriteria benar-salah di sini. Yang penting katakan secara spontan dan secepat mungkin apa yang anda lihat di setiap kartu atau kesan apa yang saudara tangkap dalam bercak tersebut. Saya akan mencatatat jawaban saudara. Sebagian orang melihat beberapa hal dalam bercak tinta tersebut namun sebagian lainnya hanya melihat sedikit hal. Kalau saudara sudah tidak dapat melihat hal lebih banyak lagi, katakanlah “sudah” atau “selesai” dan letakkan kartu yang saudara pegang di hadapan saudara dalam posisi terbalik. Setelah itu saya akan memberikan kartu berikutnya. Begitu seterusnya sampai 10 kartu. Apakah ada yang ingin ditanyakan?


(Tunggu sebentar) Apabila tidak ada, kita akan mulai dengan kartu I. (tester memberikan kartu I kepada testee, menyalakan stopwatch, mengobservasi, dan mencatat respon serta komentar testee)…(begitu seterusnya sampai kartu X)

Catatan:

Apabila ada pertanyaan, tester harus menghindari menjawab “boleh”. Sebaiknya tester merespon pertanyaan testee dengan perkataan “terserah”. Pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul dari subjek , misalnya:
  • Apakah saya harus menceritakan kepada anda/bapak/ibu/dsb secepatnya atau boleh saya lihat lebih cermat lagi. (Tester sebaiknya menjawab, “Terserah anda”)
  • Apa boleh saya memutar-mutar kartu ? (Tester sebaiknya menjawab, “Terserah anda”)
  • Apakah saya hanya menceritakan kepada Anda tentang apa yang saya lihat, ataukah saya boleh menceritakan imajinasi saya ? (Tester sebaiknya menjawab, “Terserah anda”)
  • Apakah saya harus menggunakan seluruh bercak tinta? (Tester sebaiknya menjawab, “Terserah anda”)
  • Apakah jawaban semacam itu yang anda inginkan? (Tester sebaiknya menjawab, “Ceritakan apa saja kesan yang anda tangkap. Atau “Ceritakan apa saja yang anda lihat)
  • Setelah memberi respon testee bertanya, “Apakah jawaban saya benar?”. (Tester sebaiknya menjawab, “ Di sini tidak ada jawaban yang benar atau salah. Yang penting dalam pandangan anda, apa yang anda lihat).

Penting diperhatikan:
  • Hendaknya tester menyerahkan kartu-kartu ke tangan testee, sehingga diharapkan testee memegang kartu tersebut. Hal tersebut memudahkan tester mencatat posisi kartu ketika testee memberikan respon. Apabila testee meletakkannya di atas meja, tester boleh mengingatkan testee untuk memegang kartu, namun jika testee merasa lebih nyaman untuk meletakkan kartu di meja, tester tidak boleh memaksa testee untuk memegang kartu, biarkan saja.
  • Kalau pada kartu I testee hanya memberikan satu respon dan mengatakan sudah namun ragu-ragu untuk meletakkan kartu, tester dapat berkata, “Sebagian/beberapa orang kadang-kadang dapat melihat lebih dari satu hal atau menangkap lebih dari satu kesan.”
  • Apabila pada kartu I dan II testee hanya memegang kartu pada posisi normal (^), pada saat memberikan kartu III dapat ditambahkan instruksi, “ Anda boleh memutar kartu sesuka Anda.”

Hal-hal yang dicatat pada performance proper:

- Observasi atas perilaku verbal (komentar-komentar) maupun non verbal (gerak-gerik, perlakuan terhadap kartu, dll) testee.

- Waktu, meliputi:
  • Waktu reaksi (Dihitung sejak kartu diberikan dan testee melihat bercak tinta pada kartu-tester menyalakan stopwatch- sampai testee memberikan respon pertama)
  • Waktu respon per kartu (Dihitung sejak kartu diberikan dan testee melihat bercak tinta pada kartu-tester menyalakan stopwatch- sampai testee selesai memberikan respon pada kartu)
  • Waktu respon seluruh performance proper (Dihitung dari saat pemberian kartu I sampai saat terakhir tahap performance proper, atau testee selesai memberi respon pada kartu X)

- Respon hendaknya dicatat kata per kata (verbatim). Tester harus mencatat secara cepat dan efisien (Sebisa mungkin menggunakan singkatan kata). Dalam mencatat respon, kertas bisa dibagi dua kolom; sebelah kiri untuk mencatat respon pada performance proper, sebelah kanan untuk mencatat respon pada tahap inquiry. Karena verbalisasi pada inquiry lebih banyak, hendaknya disediakan ruang lebih banyak.

- Penomoran respon dilakukan dengan angka 1, 2, 3,… dst.) bisa per kartu, bisa dilanjutkan mulai nomor 1 pada respon pertama karti I, sampai respon terakhir kartu X. Bisa juga respon pada setiap kartu dimulai dengan respon nomor 1.

- Posisi kartu dicatat setiap kali testee memberi respon. Patokan posisi kartu dapat dilihat melalui tanda yang ada pada kartu. (^) untuk posisi normal, (>) untuk dimiringkan ke kanan, (
Tahap II: Inquiry

Tahap ini merupakan proses untuk memperjelas/meyakinkan tester tentang pemikiran yang mendasari respon testee pada tahan performance proper agar dapat dilakukan scoring yang akurat terhadap respon testee. Tujuan utama tahap inquiry adalah:

1. Membantu tester untuk dapat melihat respon persis seperti cara testee melihatnya. Yang penting adalah begaimana respon testee atau bagaimana testee dapat memperoleh kesan seperti yang ia katakan, bukan harapan tester tentang respon yang benar.

2. Memperjelas/meyakinkan pemberian scoring. Di dalam tes Rorschach, scoring yang akurat sangatlah penting karena scoring memberikan sarana untuk mempermudah klasifikasi atas data yang sangat kualitatif (kata-kata). Scoring ini meliputi:

a. Lokasi, yaitu di mana respon dilihat/didasarkan

b. Determinan, yaitu bagaimana respon dilihat/didasarkan, apa yang menyebabkan bercak yang digunakan menimbulkan kesan seperti dalam respon testee

Asumsi pertama sewaktu melakukan inquiry untuk determinan adalah bahwa setiap respon menunjukkan “form”/bentuk. Jika respon berupa mahluk hidup, ada kemungkinan ditambahkan unsur movement (gerakan), atau ada respon yang menggunakan unsur shading. Misalnya, pada respon “kupu-kupu yang indah” (Kartu III, D), tester tidak boleh langsung menyimpulkan bahwa warna termasuk dalam respon sehingga perlu dilakukan inquiry dengan bertanya, “Bagaimana anda bisa mempunyai kesan bahwa itu adalah kupu-kupu yang indah?”. Apabila dijawab, “ ini kan kecil, jadi mungil dan manis.” (Skor=form), namun apabila testee menjawab, “warna merah ini kan membuat indah.” (Skor=FC).

c. Content, yaitu apa yang dilihat

d. Orisinalitas-Popularitas, yaitu seberapa sering respon dilihat dalam populasi. Apabila jarang dilihat bearti orisinal/asli, jika sering dilihat berarti populer.

Instruksi:

Pada dasarnya tidak ada prosedur khusus dalam instruksi pada tahap ini. Yang penting tester tidak boleh membuat testee mengetahui apa yang diharapkan sebagai “respon yang baik” sehingga ia memperkaya responnya dalam tahap inquiry.

Cara yang paling mudah adalah mengatakan pertanyaan secara umum, dan sebisa mungkin hanya menambahkan kata tanya “di mana anda..”, “bagaimana anda…”. Isi dari “…” sebaiknya hanya mengulang kata-kata yang dinyatakan testee ketika memberikan respon di tahap performance proper. Secara umum, instruksinya adalah sebagai berikut:

“Anda telah memberikan respon-respon yang menarik. Sekarang sekali lagi kita melihat kartu-kartu tersebut bersama-sama. Saya akan membacakan jawaban anda satu persatu supaya saya bisa menangkap persis apa yang anda lihat, apa kesan anda, persis seperti cara anda melihatnya. Sekarang kita mulai dari kartu yang pertama. Di sini anda mengatakan …(ulangi respon pertama testee pada kartu I)”

Instruksi hendaknya diberikan secara netral dan sebisa mungkin masih bersifat indirective (tidak mengarahkan). Variasi instruksi lainnya adalah, “ Saya tidak yakin bahwa saya mengerti apa yang anda maksud atau apa yang ada dalam bercak sehingga anda mempunyai kesan …”(“…” ulangi respon testee).

Inquiry dilakukan per respon dimulai dari respon pertama pada kartu I sampai respon terakhir di kartu X. Berikut contoh pertanyaan yang dapat digunakan untuk inquiry:

Lokasi
“Di mana anda melihat… pada kartu ini”; “Tunjukkan kepada saya, di mana…”

Determinan
Secara umum: “Terangkan tentang…secara lebih rinci (detil)”

“Ceritakan bagaimana Anda melihat…”; “Saya belum cukup mengerti. Ceritakan lebih banyak lagi tentang bagaimana Anda mempunyai kesan …”

Form
Kalau konsepnya definit, harus diyakini kualitas bentuk. Misalnya untuk pertanyaan pada respon kelelawar: “ Coba deskripsikan/gambarkan lebih lanjut kelelawar yang anda lihat.”

Movement
Misalnya pada kartu III, respon testee “orang”. Tester dapat bertanya “ Bagaimana anda melihat orang tersebut?”

Color
Misalnya, respon testee “bunga yang indah”. Kata “indah” dapat membuka kemungkinan penggunaan warna dalam persepsi testee. Tester dapat bertanya “ anda bilang ini bunga yang indah (tester sambil menunjuk plot area), apa yang membuat anda berfikir bahwa itu adalah bungan yang indah?” . Pertanyaan “apakah ini berwarna?” tidak boleh ditanyakan oleh tester.

Shading
Kalau tester menduga bahwa testee menggunakan shading, maka ia harus meyakinkan diri dengan bertanya minimal satu pertanyaan kepada testee. Tester dapat menggunakan pertanyaan yang serupa dengan pertanyaan yang digunakan untuk inquiry color, movement, dan form. Untuk dapat dikategorikan sebagai shading, tester harus yakin bahwa Testee melihat dan menggunakan perbedaan dalam kualitas terang dan gelap pada kartu dalam responnya .

Content
Biasanya jarang diperlukan inquiry, kecuali apabila jawaban testee sangat kabur (tidak jelas). Misalnya, testee respon testee, “Mahluk halus” tester dapat menanyakan “apakah mahluk itu, manusia atau binatang?”

Penting Untuk Diperhatikan:

Pertanyaan-pertanyaan lanjutan untuk inquiry hendaknya dilakukan apabila tester benar-benar kurang yakin dengan skor apa yang hendak diberikan untuk respon testee. Pada prinsipnya lebih baik bertanya sedikit saja daripada bertanya terlalu banyak. Idealnya bertanyalah secukupnya. Respon testee yang sudah jelas dan dapat diskor tidak perlu ditanyakan lebih lanjut.

Pertanyaan harus dirumuskan secara hati-hati dan seumum mungkin, dengan tujuan agar:
  1. Testee merasa tidak ditentang atau disalahkan jawabannya 
  2. Menjaga agar tes Rorschach tetap bersifatnya samar bagi testee 

Hal-hal yang dicatat pada tahap inquiry:
  1. Lokasi untuk respon testee, dengan cara melingkari daerah yang digunakan kemudian segera diberi nomor sesuai dengan nomor respon 
  2. Pertanyaan tester (diberi tanda T = tanya atau Q = questioning) 
  3. Jawaban dan komentar testee 
  4. Respon baru yang muncul (kalau ada) à semua skor diletakkan pada kolom additional. 
  5. Jawaban yang ditolak/disangkal atau tidak dikenali (kalau ada) à semua skor juga diletakkan dalam kolom additional dengan tanda panah. Contoh, menolak respon kelelawar pada kartu I 

Skor: W ← F ← A ← P 1.0

Tahap III: Analogy

Tahap ini sering juga disebut dengan “follow-up inquiry”. Tahap analogi bersifat pilihan (optional). Artinya hanya dilakukan kalau testee sudah mampu memberikan respon-respon tertentu, terutama human movement (M), FM, textural (Fc, cF, c), chromatic color (FC, CF, C), dan konsep popular. Testee mampu namun jumlah atau produktivitas responnya sangat sedikit (biasanya hanya satu respon).

Sifat instruksi sudah lebih langsung. Misalnya, testee hanya bisa membuat respon movement pada kartu III: “Di sini (tester sambil memperlihatkan kartu III), anda dapat melihat seorang wanita yang sedang membungkuk. Apakah di kartu-kartu yang akan saya tunjukkan, Anda dapat melihat manusia seperti itu? (tester memperlihatkan kartu I dan seterusnya sampai kartu X, kecuali kartu III karena testee sudah mampu memberikan respon human movement di kertu III).

Contoh lain untuk color: “ Di kartu ini (tester memperlihatkan kartu di mana testee memberikan respon warna), warna yang ada mengingatkan anda pada …, bagaimana dengan warna pada kartu ini?” atau, “ Di sini anda melihat kupu-kupu cantik karena berwarna (kartu III), apakah pada kartu-kartu yang akan saya tunjukkan ini warna bisa membantu anda untuk memberikan respon lagi?” (tester memperlihatkan kartu-kartu kromatik).

Respon yang dikemukakan pada tahap analogi tidak diskor. Hanya dicatat, atau dikemukakan lagi dalam hasil observasi. Kemudian, secara kualitatif diinterpretasi menggunakan interpretasi kualitatif.

Tahap IV: Testing-the-limits

Testing the limits merupakan prosedur yang dilakukan untuk menguji apakah testee pada dasarnya mampu memproduksi respon dengan konsep tertentu, mampu menggunakan lokasi tertentu, dan mampu menggunakan determinan tertentu. Prosedur testing the limits berguna untuk testee yang:
  1. Tidak mantap dalam memberikan respon karena dikuasai kecemasan selama tes
  2. Bingung dengan apa yang diharapkan oleh tes
  3. Menghasilkan respon yang miskin atau kurang memadai kualitasnya. 

Sama seperti respon pada tahap inquiry, respon yang baru muncul setelah dilakukan testing-the-limits juga tidak diskor. Hanya perlu dibuat catatan yang dapat diuraikan di dalam catatan observasi.

Testing-the-limits digunakan kalau testee tidak mampu menghasilkan respon-respon sebagai berikut:
  1. Cara pendekatan (manner of approach), yaitu kalau testee hanya mampu memberikan jawaban W, ia perlu didorong untuk mencoba membuat respon dengan menggunakan sebagian dari bercak (detil). Begitu juga sebaliknya, apabila testee hanya mampu memberikan respon dengan lokasi D, ia bisa diberi testing-the-limits untuk melihat kemampuannya memproduksi respon dengan lokasi W. 
  2. Kemampuan mempersepsi “human content” dan memproyeksikan gerakan pada manusia tersebut (M) 
  3. Kemampuan testee untuk mengintegrasikan Form dan Color. Digunakan kartu-kartu kromatik, terutama kartu III, X. Kartu VIII tergolong kartu sulit dan kartu IX tergolong paling sulit 
  4. Kemampuan untuk memberikan respon “shading nuances” (nuansa shading). Digunakan kartu-kartu akromatik, terutama kartu IV dan VI 
  5. Kemampuan mempersepsi dan berpikir secara konvensional (kemampuan memproduksi respon popular). Kalau testee tidak mampu memberikan respon populer, harus diyakini apakah hal itu disebabkan ia tidak mau mengungkapkan hal-hal yang mudah dilihat (popular) atau kerena ia tidak mampu melakukannya 
  6. Melihat gerakan binatang, terutama pada kartu VIII. 

Instruksi

Instruksi sudah bersifat langsung atau mengarahkan, situasi dibuat terstruktur. Aturan tentang cara bertanya: dimulai dari pertanyaan umum, semakin lama semakin khusus. Misalnya, untuk mengarahkan pada jawaban D: “ Kadang-kadang orang lain hanya menggunakan sebagian dari bercak tinta yang ada di setiap kartu, tidak harus seluruh bercak digunakan sekaligus. Dapatkan anda melakukannya juga?” Kalau cara ini masih gagal, secara langsung ditunjuk bercak-bercak “Usual detail”. Kalau masih gagal, ditunjuk lokasi “usual detail” yang berisi jawaban popular, misalnya lokasi D di kartu VIII (binatang berkaki empat bergerak) dan kartu X (kepiting). Kalau testee masih gagal, diajukan beberapa respon popular: “ Kalau di bagian ini orang melihat sebagai (tester menyebutkan respon popular), bagaimana dengan anda?.

Untuk orang yang tidak mampu memberikan respon popular, bisa digunakan cara demikian. Tester memilih dua atau tiga kartu, kemudian memperlihatkan salah satu kartu tersebut dengan berkata: “ Kita hampir selesai, tetapi ini (tester memperlihatkan kartu)lihatlah sekali lagi. Kadang-kadang orang melihat ….(tester menyebutkan respon popular)…pada kartu ini. Bisakah Anda melihat hal seperti …(tester menyebut lagi respon popular)…pada kartu ini?” Di sini lokasi tidak disebutkan. Untuk orang yang berlagak sangat kreatif, ia akan segera menemukan respon popular. Namun untuk orang yang mengalami gangguan psikiatrik, mungkin sekali malah mentertawakan bahwa ada orang yang melihat begitu (popular) pada kartu ini.

Teknik Pelaksanaan Testing-the-limits
  1. Prosedur asosiasi bebas, yaitu meminta testee untuk memberikan respon asosiasi bebas terhadap respon kartu-kartu Rorschach tertentu, terutama yang menimbulkan kejutan (shock), baik berupa “color shock” maupun “shading shock”. 
  2. Teknik pembentukan konsep, yaitu meminta testee untuk mengelompok-kelompokkan kartu sesuai dengan caranya sendiri. Ia bisa membaginya berdasarkan isi (content), sikap afektif (affective attitude), perbedaan warna, perbedaan bentuk (form). Dsb. 
  3. Prosedur suka-tidak suka (like-dislike procedure), yaitu dengan cara meminta testee untuk mengambil kartu yang paling disukainya, kemudian mengambil kartu yang paling tidak disukainya. Tester kemudian menanyakan alasan mengapa testee paling suka pada kartu tertentu dan tidak suka pada kartu yang lainnya. 

SKORING

Secara esensi, fungsi utama skoring adalah menarik dari jawaban konkret (raw material) kedalam symbol khusus (coding) untuk dijadikan dasar dari interpretasi objektif. Ada tiga kategori utama skoring, yaitu lokasi, determinan, dan isi. Untuk tiap kategori dipergunakan simbol-simbol skoring tersendiri.

Respon yang bagaimanakah yang dapat diskor?

Menentukan apakah suatu verbalisasi merupakan suatu jawaban yang dapat diskor, merupakan tugas pertama dari orang yang menskor.

Konsep independent dan elaborasi

Dalam kebanyakan protocol Rorschach tampak jelas apakah suatu verbalisasi merupakan suatu jawaban yang dapat diskor atau tidak. Tidak jarang banyak sekali elaborasi yang dilakukan testee sehingga harus ditentukan mana yang merupakan elaborasi dari jawaban sebelumnya, dan mana yang merupakan konsep/jawaban yang berdiri sendiri.

Exclamation dan remarks

Tidak jarang kita temukan, subjek memberikan komentar-komentar terhadap kartu, tetapi tidak dapat dimasukkan dalam kategori-kategori jawaban. Kadang-kadang jelas bahwa suatu verbalisasi merupakan komentar misalnya: ‘’Wah ini bagus, penuh warna’’. Tetapi jika testee mengatakan ‘’Ini merak dan hitam’’, hal ini bukan juga berarti jawaban, masih perlu penjelasan apakah ini hanya komentar atau jawaban.

Tendensi deskriptif

Akan sangat menimbulkan kesulitan jika subjek mencampurkan jawaban-jawaban interpretatif dengan deskripsi tentang kartu. Misalnya, gambar I: ‘’Nah, ini burung (bagian atas kartu) dan di sini ada titik kecil, ada garis dan bercak-bercak putih. Dan ini yang di tengah ini seperti orang. jika pada satu kartu diberikan lima atau lebih elemen deskriptif semacam ini, maka sebaiknya di samping skor-skor lain ditambahkan juga satu skor tambahan yang menyangkut deskripsi ini.

Jawaban utama dan tambahan (Main and Additional Responses)

Setelah ditentukan apakah suatu verbalisasi termasuk jawaban atau komentar, maka selanjutnya adalah mana jawaban utama dan mana jawaban tambahan.
  • Main score: diberikan kepada semua konsep independent yang diberikan subjek selama performance proper.
  • Additional score: diberikan kepada konsep yang dibentuk kemudian, atau konsep yang ditarik kembali, atau elemen-elemen yang perlu dalam pembentukan konsep tetapi bukan yang utama.

Tambahan dan penolakan spontan

Di sini kita harus membedakan dua hal, antara koreksi dan penolakan. Untuk membedakan kedua hal ini, maka harus kita lihat bagaimana sikap subjek terhadap konsep orisinil yang diberikannya. Misalnya, jika seseorang mengatakan: ‘’Oh itu salah, sekarang saya baru lihat gambar ini seperti apa’’.

Komentar semacam di atas jelas mengatakan bahwa subjek menolak konsepnya yang pertama. Dalam hal semacam ini maka yang kita skor sebagai jawaban utama adalah konsep pengganti yang diberikan, sedangkan konsep asli yang mengalami penolakan hanya diskor sebagai skor tambahan kalau mengandung unsur yang belum disebutkan dalam konsep pengganti tersebut.

Lain halnya jika dalam performance proper subjek mengatakan misalnya, kartu V: ‘’Ini seperti kupu-kupu’’, dan kemudian subjek mengatakan: ‘’Ini bisa juga merupakan kelelawar, bentuk dan sayapnya lebih cocok’’. Pemeriksa dapat memastikan sikap subjek terhadap konsep yang lama dengan langsung menanyakan misalnya dengan berkata: ‘’Ya, memang bisa dilihat seperti kelelawa, tetapi apa bisa juga dilihat seperti kupu-kupu seperti yang mula-mula Saudara katakan?’’ jika subjek mengatakan bahwa bisa juga dilihat sebagai kupu-kupu, dalam hal ini maka kita mempunyai dua jawaban utama dengan dua skor utama.

Membedakan antara tambahan dan elaborasi spontan

Misalnya seseorang memberi jawaban untuk kartu II: ‘’dua badut menari’’. Dalam inquiry subjek ini menyebut tentang topinya yang merah dan mukanya yang merah, dan juga mengatakan ‘’sekarang saya lihat mereka sedang menginjak petasan’’. Dalam hal ini jelas bahwa konsep yang lama tetap dipertahankan dan tambahan yang spontan ini justru memperkaya konsep yang asli.

Sekian artikel tentang Contoh Interpretasi dan Administrasi Tes Rorschach.

Daftar Pustaka
  • Klopfer, B. Davidson, H. 1962. The Rorschach Tehcnique, An Introductory Manual. New York:Burlingame
  • Allen, R.M. 1968. Student’s Rorschach Manual. International Unievrsity Press

Sejarah dan Teori Interpretasi Tes Rorschach dalam Psikologi

Pengantar Tes Proyeksi
1/15/2016
Sejarah dan Teori Interpretasi Tes Rorschach dalam Psikologi - Herman Rorschach mengembangkan teknik Rorschach yang dipublikasikan pada tahun 1921 bersamaan dengna dengan dipublikasikannya monograph Psychodiagnostik. Teknik Rorschach (RO) ini menggunakan 10 kartu yang terlihat sebagai tinta yang tumpah dan membuat pola yang simetris. Saat ini, teknik Ro ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam pengetesan/assesment/ diagnostik psikologi.

Kesepuluh kartu ini merupakan hasil dari penelitian dan eksplorasinya selama 10 tahun. 10 kartu ini terpilih dari ribuan uji coba tinta yang telah distandardisasi dengan menggunakan populasi dari rumah sakit tempat ia bekerja sebagai kepala psikiatris.

Banyak psikolog yang tertarik melihat respon siginifikan individu dari stimulus yang berupa ink blots. Mereka malakukan investigasi mengenai respon yang signifikan dari individu. Hasil kerja Rorschach in merupakan akumulasi dari 20 tahun. Penelitian melibatkan metode untuk melihat gambar visual yang di imajinasikan melalui persepsi individu, dan dianalisa lewat konten atau gambar yang dipersepsikan oleh individu. Gambar atau symbol yang dipersepsikan individu di percaya merupakan proyeksi dari kepribadian dasarnya.

Sejarah dan Teori Interpretasi Tes Rorschach dalam Psikologi_
image source: go2psycholoy.blogspot.com
baca juga: Interpretasi Tes Wartegg dan Tes Gambar Dalam Psikologi

Perkembangan awal dari tes dengan Ink Blots

Peneliti pertama yang tercatat mulai mendiskusikan tentang ink blots ini adalah Justinus Kerner. Dia secara tidak sengaja menemukan metode ini ketika ia sedang bekerja di sebuah lab di Tübingen Jerman. Kerner mulai menyadari banyak objek yang muncul dari sebuah ink blots. Perhatiannya yan glebih mendalam mengenai ink blots ini ditulis dalam karya Kleksographien dan dipublikasikan pada tahun 1857.

Kerner tidak secara langsung mengambil kemungkinan adanya hubungan antara persepsi ink blots dan diagnosa kepribadian. Dia melihat adanya kesulitan dalam mengintepretasi ink blots berdasarkan kertelibatan material objek dan respon proyektif dari individu.

Pada tahun 1895, Alfred Binet juga mengatakan bawah penggunaan ink blots dapat digunakan sebagai metode untuk investigasi imajinasi visual pada studi trait kepribadian. Setahun kemudian Dearborn dari Harvard mempublikasikan artikel mengenai bagaimana membuat ink blots hitam-putih maupun berwarna untuk dipergunakan dalam psikologi eksperimen.

Selajutnya, Dearborn melaporkan sebuah eksperimen dengan 12 set ink blots dengan masing2 set terdiri dari 10 gambar. Subjek dari eksperimen yang ia lakukan adalah mahasiswa dan professor dari Harvard. Dari hasil eksperimen ini ia menemukan bahwa respon tiap individu terhadap blots muncul secara variatif. Hal ini menurutnya dipengaruhi oleh pengalaman tiap-tiap individu.

Perkembangan ink blots tidak berhenti pada ekseprimen Dearborn, namun juta menarik perhatian dari Kirkpatrick. Dia mengatakan bahwa kualitas dari respon subyek dipengaruhi oleh usia. Pyle dalam studinya membandingkan anak-anak yang diberikan tes ink blots. Beberapa tahun kemudian mereka menjalankan kembali penelitian yang sama dan dihasilkan respon gambar yang lebih cepat.

Pada tahun 1910, Whipple mempublikasikan untuk yang pertama kali sebuah seri/set ink blots yang terstandarisasi. Manual yang dikembangkan adalah modul pertama yang komprehensif jika dibandingkan dengan ahli-ahli terdahulu yang juga mengembangkan ink blots. Namun saja, ia tidak terlalu memperhatikan pada hubungan antara karakteristik kepribadian dan respon aktualnya.

Satu decade selanjutnya, mulai berkembang kembali tes ink blots yang dikembangkan oleh F.C Bartlett dari universitas Cambridge. Ia menggunakan ink blots ini dalam studi mengenai persepsi dan imajinasi. Dari hasil studinya ditemukan bahwa respon subyek dapat menunjukkan ketertarikan dan kemungkinan pekerjaan dari subyek.

Pada tahun 1917, Cicely Parsons dari Universitas College of South Wales membuat studi 97 anak-anak dengan menggunakan blots Whipple. Dari studi dengan blots ini, ia menemukan beberapa formulasi sebagai hasilnya. Ia menemukan persentase yang tinggi respon binatang dan manusia, perbedaan jenis kelamin, tingkatan kualitas dan tipe dari hasil deskripsi subyek bergantung pada usia. Parsons mengatakan bahwa walaupun tujuan awal dari penelitiannya adalah untuk mengukur imajinasi, hasil yang didapatkan mengindikasikan adanya kemungkinan untuk melihat perbedaan individu.

Analisa konten dari respon yang dihasilkan baik dari penelitian Bartlett dan Parsons menjadi arah untuk formulasi yang kemudian dikembangkan oleh Herman Rorschach.

RIWAYAT HIDUP HERMANN RORSCHACH

Herman Rorschach lahir di Zurich, Swiss pada tanggal 8 November 1884. Pada saat ia lulus dari sekolah kedokteran, hasil studi ink blots sudah popular dipublikasikan. Ketertarikan dirinya terhadap ink blots ini dimulai dari tahun 1911 dan menjadi minat utamanya dalam kehidupannya yang tidak terlalu panjang. Hal ini juga didukung oleh lingkungan kerjanya di klinik psikiatri yang memberikan kesempatan luas untuk melakukan penelitiannya. Pendekatan psikologis yang digunakan oleh Rorschach dibangun dari pandangannya terhadap kepribadian dan hubungan antar aspek secara global. Hal ini dibuktikan dalam karyanya Psychodiagnostik yang berisi tentang respon-respon subyek terhadap blots yang di nilai dalam kategori formal. Hal ini dipertimbangkan oleh Rorschach menjadi landasan diagnosis kepribadian yang objektif. Rorschach adalah orang pertama yang membangun metode kerja (shorthand) untuk menangani pola-pola respon yang kompleks.

Monograph pertama yang dipubilikasikan oleh Rorschach menjadi saat terakhir kemunculan dirinya di depan public. Herman Rorschach meninggal pada 2 April 1922. Sebelum meninggal, ia sedang menyempurnakan karyanya dalah hal teknik-teknik sehingga lebih luas dan mampu menampilkan perbedaan. Hasilnya ini dipublikasikan oleh rekan kerjanya, Emil Oberholzer.

Pada tahun 1924, publikasi pertama hasil karya Rorschach muncul di Inggris. Publikasi ini merupakan terjemahan dari hasil keya Rorschach dan Oberholzer selama mereka melakukan demonstrasi dan analisis. Setelah itu David Levy, yang merupakan anak murid dari Oberholzer memperkenalkan metode Rorschach di Amerika Serikat. Lalu Levy membuat Samuel Beck untuk tertarik mempelajari teknik Rorschach ini dan menjadi murid dari Oberholzer. Beck menjadi orang Amerika pertama yang mempublikasikan karya tentang metode Rorschach.

Pada saat awal Rorschach mulai dikenal di Amerika, tidak semua pihak menerima. Para psikiater tidak melihat tujuan dan pemahaman yang jelas untuk digunakan kepada pasien. para dokter ini pun dibingungkan dengan metode skoringnya. Para psikolog dan psikometris juga meragukan nilai ilmiah dari metode ini.

Kondisi di atas membuat metode ini berkembang secara perlahan. Namun sejalan dengan waktu, jumlah pengikut metode ini semakin bertambah. Tugas para pengikut ini bukan hanya sekedar menyempurnakan administrasi dan metodenya namun juga pendidikan utk para khalayak umum. Pada thaun 1934, Bruno Klopfer menjadi tokoh yang memajukan metode Rorschach ini melalui studi kelompok. Klopfer juga menjadi tokoh yang menyempurnakan teknik scoring, dengan rekan lainnya ia pun mendirikan Rorschach Research Exchange pada tahun 1926. 3 tahun kemudian, Rorschach Institute dijadikan pusat penelitian dan pusat pelatihan. Perkembangan teknik ink blots ini menjadi pendorong untuk pengembangan metode proyeksi lainnya, seperti Thematic Apperception Test (TAT).

Kontribusi Hermann Rorschach

Menurut Klopfer (1962) teknaniebik bercak tinta yang disusun oleh Rorschach merupakan titik puncak keberhasilan dari penelitian-penelitian yang menggunakan bercak tinta selama 20 tahun di Eropa dan Amerika. Rorschach berhasil menerobos aspek-aspek yang belum pernah dijangkau oleh peneliti-peneliti lain. Kalau ahli-ahli sebelumnya kebanyakan hanya menganalisa bercak tinta dari segi isi dari respon subjek saja, dan mengatakan bahwa bercak tinta yang diberikannya itu adalah tes imajinasi, tetapi menurut Rorschach dalam membuat interpretasi terhadap bercak tinta itu sebenarnya fungsi imajinasi hanya sedikit. Yang paling berperan adalah fungsi persepsi (Rorschach, 1981).

Rorschach lebih menekankan untuk memahami bagaimana seseorang menghayati sesuatu, kurang mementingkan apa isi penghayatannya. Kalau ada orang yang mengalami ketakutan, atau kecemasan, bukan isi ketakutan atau kecemasan itu yang dilihat, tetapi bagaimana dia mengahayati kecemasan itu sebagai suatu gejala psikologis, bagaimana hubungannya dengan fungsi-fungsi psikologis yang lain.

Periode sesudah Rorschach

Tes Rorschach sudah mengalami banyak penyempurnaan yang di lakukan oleh para ahli sesudah Rorschach. Pada tahun 1924 tulisan Rorschach bersama asistennya, Emil Obelholzer, pertama kali diterbitkan dalam bahasa inggris. Dalam tulisan itu dijelaskan mengenai analisis yang dilakukan dalam teknik Rorschach dan juga didemonstrasikan cara penyekoran serta interpretasinya.

David Levy memperkenalkan tes Rorschach di Amerika. Samuel Beck, menerbitkan bercak tinta untuk tes Rorschach dan juga mengembangkan metode interprestasi yang masih dipakai sampai sekarang. Hertz banyak mengadakan penelitian tentang aspek-aspek metodologis dalam tes Rorschach.

Bruno Klopfer mengembangkan tes Rorschach. Pada tahun 1934 telah mengembangkan ide-ide Rorschach dalam kelompok studinya. Pada tahun 1936 Klopfer dkk mendirikan Rorschach Institute sebagai lembaga melatih para para ahli untuk menggunakan tes Rorschach. Pada tahun 1948 Rorschach Institute berubah menjadi The Society for Projective Technique, yang menerbitkan TAT (Thematic Apperception Test) dan tes proyektif lainnya.

Selain itu banyak alat tes yang juga menggunakan teknik bercak tinta, yang dikembangkan untuk menutupi kelemahan-kelemahan tes Rorschach, seperti misalnya :

  • Bero yang dirancang sebagai tes Rorschach untuk anak-anak
  • Zullinger Test (Z – test) dirancang dengan menggunakan 3 kartu bercak tinta yang lebih kompleks
  • Group Rorschach, yaitu pelaksanaan administrasi tes Rorschach secara klasikal, pertama kali di rintis oleh Harrower dan Steiner dengan memproyeksikan bercak tinta menggunakan tinta lewat slide. Juga di kembangkan jawaban yang multiple choice
  • Holtzman Ink Blot Technique, dirancanh oleh Holtzman untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan metodologi dan tes Rorschach
  • Piotrowski’s Automated Rorschach (PAR), dirancang oleh Piotrowski pada tahun 1974 dengan menggunakan computer untuk scoring dan intepretasinya.


Penerapan tes Rorschach sebagian besar di bidang klinis, baik di rumah sakit maupun di klinik psikiatris dan psikologis. Tetapi tes Rorschach juga bisa menjadi terapi, ada testi yang mengatakan ketika selesai menjalani tes ini testi merasa lega dan hilang beban pikiran dan emosionalnya.

Teknik Rorschach juga banyak digunakan di luar bidang klinis. Misalnya di bidang militer dan industri, tes Rorschach banyak digunakan sebagai alat seleksi. Temasuk pengguna tes Rorschach secara kelompok (Williams & Kellman, 1962).

LANDASAN TEORI DAN ASPEK YANG DIUNGKAP

Sebelum para pemula mempelajari Ro lebih lanjut, maka diharapkan mahasiwa sudah memahami teori-teori kepribadian, persepsi, teori belajar dan dinamika perilaku. Zeitgeist (dalam Allen, 1968) mengatakan bahwa prinsip utama dalam tes Ro adalah bahwa setiap performa individu merupakan ekspresi dari keseluruhan kepribadiannya. Brunner (dalam Allen, 1968) menambahkan bahwa persepsi juga dilibatkan dalam pelaksanaan tes ini. Persepsi normal individu adalah saat kondisi kecemasan individu pada level minimal.

Asumsi dasar dari Test Ro ini adalah bahwa ada hubungan antara persepsi dan kepribadian. Cara bagaimana seseorang itu melihat kartu dan mengatur “bagaimana” ia melihat kartu tersebut merefleksikan aspek dasar dari kepribadian individu itu tersebut. Gambar tinta (Ink Blots ) pada kartu merupakan gambar yang cocok sebagai stimulus karena gambar tersebut bersifat ambigu atau tidak terstruktur. Hal ini membuat individu memberikan respon yang tidak ia pelajari terlebih dahulu atau memiliki pengalaman sebelumnya karena memang tidak ada jawaban “benar” atau “salah” dalam respon yang diberikan individu. Test Ro melibatkan “proyeksi” kebutuhan, pengalaman, dan pola kebiasaan pada saat individu memberikan respon disetiap kartu yang diberikan.

Pada kehidupan sehari-hari, individu cenderung menghindar dari orang lain ketika mereka merasa tidak nyaman atau mendapatkan kesulitan saat berada disekitarnya. Sehinga pada test Ro, subyek dapat saja menghindari untuk “melihat” atau bahkan “tidak bisa melihat” figur manusia disetiap kartu yang diberikan. Subyek akan cenderung melihat mesin atau figur-figur yang berkaitan dengan botani, atau gunung besar dengan awan, atau hal lainnya. Subyek juga akan cenderung menghindari terlibat dalam suatu permasalahan dengan cara menyusup keluar secara diam-diam. Dalam test Ro, subyek dengan kondisi seperti ini akan cenderung melihat ujung atau tepian dari setiap gambar. Apa yang dilihat oleh subyek, apa yang tidak dapat dilihat oleh subyek, bagaimana dia mengatur materi kartu, berapa lama waktu yang ia butuhkan untuk merespon kartu yang diberikan diyakini dapat menunjukkan beberapa karakter dari kepribadiannya.

Tingkah laku subyek dalam situasi tes Ro mungkin berbeda dengan dikehidupan nyata. Dikehidupan nyata, subyek cenderung untuk menampilkan perilaku yang akan diterima di lingkungan sosialnya. Ia belajar bahwa menjadi individu yang “normal”, mampu mengeontrol diri, atau menjadi diri yang baik akan lebih diterima dibanding menampilkan perilaku yang agresif dan bermusuhan. Namun, perilaku subyek yang terlihat tersebut terkadang tidak menampilkan sikap atau perasaan diri subyek yang sesungguhnya. Dalam test Ro, subyek tidak mengetahui cara yang terbaik, respon yang benar, atau cara uang umumnya orang lain merespon. Subyek harus merespon dengan caranya sendiri-sendiri, sehingga hal ini dapat memunculkan kondisi dirinya yang sesungguhnya yang dia sendiri tidak sadari.

Aspek kepribadian

Dalam mendekati kepribadian, Rorschach berusaha melihat secara menyeluruh (global approach). Suatu fungsi psikologis tertentu selalu dilihat dalam kaitannya dengan fungsi psikologis yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa tes Rorschach dapat mengungkap seluruh kepribadian seseorang. Menurut Klopfer (1962) kepribadian manusia itu adalah sedemikian kompleksnya, sehingga tidak akan mungkin dapat dilihat secara utuh hanya dengan menggunakan satu alat tes saja. Hasil tes Rorschach hanyalah salah satu frame of reference dalam melihat kepribadian.

Hasil tes Rorschach juga dapat melengkapi hasil dari tes objektif, misalnya tes intelegensi. Karena tes Rorschach juga dapat memprediksikan taraf dan fungsi intelegensi seseorang, maka hasil tes objektif akan dapat menjadi referensi yang perlu diperhatikan.

Aspek-aspek yang diungkap melalui tes Rorschach dapat dibagi dalam tiga aspek pokok, yaitu:

  1. aspek kognitif
  2. aspek afektif atau emosional
  3. aspek fungsi ego.


Sekian artikel tentang Sejarah dan Teori Interpretasi Tes Rorschach dalam Psikologi.

Daftar Pustaka

  • Klopfer, B. Davidson, H. 1962. The Rorschach Tehcnique, An Introductory Manual. New York:Burlingame
  • Allen, R.M. 1968. Student’s Rorschach Manual. International Unievrsity Press
  • Bebagai sumber dari internet

Interpretasi Tes Wartegg dan Tes Gambar Dalam Psikologi

Pengantar Tes Proyeksi
1/14/2016
Interpretasi Tes Wartegg dan Tes Gambar Dalam Psikologi - Pada awalnya, Tes Wartegg adalah sebuah tes psikologi yang dikembangkan oleh Krueger dan Sander dari University of Leipzig. Kemudian, tes ini dikembangkan oleh Ehrig Wartegg dan selanjutnya oleh Marian Kinget. Tujuan dari tes wartegg ini adalah mengeksplorasi (meneliti karakter kepribadian seseorang) terutama dalam hal emosi, imajinasi, dinamisme, kontrol dan reality function, yang dimiliki oleh setiap orang namun dengan intensitas dan interelasi yang berbeda.

Struktur kepribadian tidaklah statis, berubah-ubah dan menentukan sebagian besar perilaku individu. Dengan tes ini dapat dilihat bagaimana cara subyek berfungsi, yaitu apakah normal atau abnormal. Maka bila ada satu atau beberapa komponen yang sangat dominan, menandakan bahwa struktur tidak seimbang, jadi fungsi subyek adalah defektif. Misalnya, fungsi kontrol terlalu kuat maka perilaku akan terhambat dan kreatifitas kurang berkembang, sedangkan bila imajinasi berkembang berlebihan maka kontak dengan realitas dan fungsi sosialnya terganggu. The Drawing Completion Test adalah bentuk pemeriksaan kepribadian dengan menggunakan gambar-gambar yang diperoleh melalui sarana tes. Sarana ini berisi sejumlah elemen grafis kecl yang berdungsi sebagai suatu seri tema-tema formal yang harus dikembangkan menurut cara subyek itu sendri. Jadi gambar-gambar yang dihasilkan dengan cara tersebut diatas kemudian di analisis sesuai dengan sejumlah kriteria, bentuk, dan isi.

Interpretasi Tes Wartegg dan Tes Gambar Dalam Psikologi_
image source: www.pinterest.com
baca juga: Persiapan dan Instruksi Tes Menggambar Orang dalam Psikologi

SEJARAH

Berawal dari para ahli dalam aliran psikologi gestalt di Universitas Leipzig yang dipimpin oleh F. Krueger dan F. Sander. Sender menciptakan teknik “Phantasie Test”, subyek dihadapkan pada materi drawing completion test (DCT), yang menghasilkan sifat struktural khas dari subyek. Keberhasilan Sender mendorong Dr. Ehrig Wartegg untuk melanjutkan penelitian tsb, akhirnya menemukan tes wartegg DCT (drawing completion test)/WZT (Wartegg Zeichen Test) yang dipakai sekarang ini.

Wartegg dikembangkan sekitar tahun 1930 oleh Dr. Ehrig Wartegg dalam karyanya Gestaltung und Character sebagai suatu outline untuk tipologi tes DCT ini. Tes ini terdiri dari 8 karakter item data berupa bentuk/gambar yang ambigu di tiap 8 kotaknya. Sebagai contoh satu titik atau setengah lingkaran. Tugas untuk testee adalah melanjutkan gambar yang sudah ada tersebut menjadi suatu gambar baru. Hasil yang didapat kemudian dievaluasi baik secara grafologis dan simbolis. Masing-masing bidang tertentu yang tampaknya berisi aspek-aspek yang berbeda dari kepribadian. Hal ini penting untuk apa yang sejauh ini oleh subjek tes yang diterima. Seperti juga dengan tes lain dan validitas yang memadai. Namun demikian dapat, dalam konteks terapi psychotherapeutischen atau penjelasan, yang berpengalaman Psychotherapeuten dengan bantuan dari uji titik awal untuk analisis yang lebih dalam mengalami konflik pasien diberikan.

Wartegg Zeihen Test (WZT) adalah sebuah tes proyeksi sederhana yang berupa setengah kertas ukuran A4 dengan delapan buah kotak yang dibatasi garis tebal. Dalam setiap kotak terdapat rangsang-rangsang tertentu yang masing-masing kotaknya akan memberikan kesan spesifik yang berbeda-beda dan tentu saja reaksi yang berbeda pula sesuai dengan kepribadian orang yang tengah diperiksa.

Tujuan Drawing Completion Test
  1. Mengeksplorasi struktur kepribadian dari fungsi dasarnya (emosi, imajinasi, dinamisme, kontrol, dan fungsi realita)
  2. Sejauhmana masalah-masalah yang ada “meluas” dalam diri individu.
  3. Melihat abnormalitas manusia


Aspek Emosi yang Tergali dari Wartegg Zeihen Test (WZT)

Berdasarkan pada dasar teori yang dikemukakan oleh Wartegg, dinyatakan bahwa melalui WZT dapat menggali komponen-komponen skema kepribadian dari seseorang. Aspek-aspek emosi yaitu outgoing dan seclusive sesuai dengan ekstraversi dan introversi. Aspek emosi terutama tergali dari kategori-ketegori respon sebagai berikut:

Outgoing
  1. Animate nature; adalah suatu petunjuk langsung dari integrasi dan penyesuaian diri subjek.
  2. Physiognomy; yaitu segala sesuatu dalam gambar figure manusia yang memberitahu pengamat tentang apa dan siapa figure tersebut, jenis kelamin, usia, pekerjaan dan sifat.
  3. Expansion; yaitu menunjukkan suatu kecenderungan (pada gambar-gambar tertentu) terutama pemandangan alam dan pemandangan kota, interior untuk melampaui batas-batas kotak.
  4. Curves; terutama garis luwes, mengalir dengan bebas berasal dari tonus otot yang santai..
  5. Casualness; adalah cara menggambar yang lepas, informasi, kadang-kadang ada gaya, kadang-kadang ceroboh, yang dapat menaikan atau memperindah atau merusak gambar tergantung dari banyak faktor.

Seclusive
  1. Inanimate Nature; mencakup berbagai benda dari daun, awan, air, setangkai bunga atau gambar buah sampai gambar-gambar yang lebih rumit seperti gambar dahan-dahan, tanaman, belukar, pemandangan alam, atau pemandangan laut.
  2. Atmosphere; adalah suatu gambar yang berasal dari cara mempresentasikan dan pelaksanaan sehingga memunculkan suatu kualitas perasaan dan kualitas suasana gambar.
  3. Soft lines; yaitu gradasi garis-garis lemah berkisar dari moderat halus, halus sampai pada yang sangat lemah dan hampir tidak nampak.
  4. Symetric abstraction; pemberian skor terhadap respon ini didasarkan atas kerumitan dan nilai estetik pola.
  5. Asymetric abstraction; yaitu mencakup gambar-gambar yang memperlihatkan permainan bebas garis-garis dan cahaya serta bayangan.
  6. Shading (both light and dark); mencakup 3 aspek diagnostik yang signifikan yaitu : intensitas, tekstur, dan fungsi.
  7. Parts; karakteristik elemen dari gambar representasional adalah pembedaan antara suatu keseluruhan seperti orang, rumah, pemandangan alam, atau bagian telinga, jendela, roda dan sebagainya.
  8. Scribbles; yaitu coretan-coretan tidak teratur, kacau, garis silang menyilang, atau bentuk-bentuk bayangan kabur.
  9. Schematism; adalah satu bentuk dari nature content, dengan ciri-ciri : perlakuan geometris atau segi empat.

INTRUKSI TES WARTEGG (Drawing Completion Test)

Persiapan:
  • Menyiapkan stopwatch yang siap pakai
  • Menggambar Tes Wartegg di papan tulis
  • Membagikan lembar Tes Wartegg dan sebatang pinsil HB pada Testee


Instruksi:

Kepada Saudara telah dibagikan lembar tes baru

Ambillah lembar tes itu dan isilah dengan bolpen:

Nomor : Nomor pemeriksaan Saudara

Nama : Nama lengkap Saudara

Tgl. Lahir : Tanggal, bulan, dan tahun lahir Saudara

Jenis kelamin : Lingkarilah huruf L atau P sesuai dengan jenis kelami Saudara

Tgl. Pmr : Tanggal hari ini (Tester menyebutkan tanggal , bulan, dan tahun pemeriksaan)

Jika sudah selesai, letakkan alat tulis Saudara dan perhatikanlah ke depan.

Pada lembar tes ini kita lihat ada 8 buah kotak (tunjukkan kepada Testee)

Di dalam setiap kotak terdapat sesuatu yang telah ditentukan, yaitu (sambil ditunjukkan oleh tester satu demi satu dari kiri ke kanan. Tidak usah sisebut semuanya, cukup dua saja)

  • Kotak ini : titik seperti ini
  • Kotak ini : lengkungan seperti ini
  • Kotak ini : garis-garis seperti ini
  • Kotak ini : bujur sangkar seperti ini
  • Kotak ini : garis-garis seperti ini
  • Kotak ini : garis-garis seperti ini
  • Kotak ini : lengkungan titik-titik seperti ini
  • Kotak ini : lengkungan seperti ini

Tugas Saudara adalah menggambar !

Buatlah satu buah gambar di dalam setiap kotak. Apa yang akan digambar di dalam kotak itu, terserah kepada Saudara. Jadi sesuka hati Saudara, namun sesuatu yang telah ditentukan dalam setiap kotak hendaknya menjadi bagian dari gambar Saudara.

Dengan perkataan lain, ada seseorang yang telah mulai menggambar di dalam kotak itu dan Saudara yang harus menyelesaikannya.

Kotak mana yang akan Saudara gambar labih dahulu terserah pula kepada Saudara. Pilihlah kotak yang paling mudah Saudara selesaikan. Tiap kali selesai menggambar sebuah kotak, berilah nomor yang menunjukkan urutan menggambar Saudara.

(Tester memberi contoh di papan tulis dengan urutan yang diacak)

Berilah nomor 1, di luar kotak, yang akan menunjukka bahwa kotak itu yang Saudara gambar pertama.

Berilah nomor 2, di luar kotak, pada kotak yang Saudara gambar berikutnya, demikian seterusnya sesuai dengan keurutan menggambar.

Setelah itu pada bagian lembar tes yang kosong (Tester menunjukkan kepada Testee, apabila tidak terdapat bagian yang kosong dapat menggunakan bagian belakang lembar tes), berilah keterangan tentang gambar itu sesuai dengan urutan menggambarnya, misalnya:
  1. Gambar ____
  2. Gambar ____
  3. Gambar ____, dan seterusnya. (Tester memberi contoh di papan tulis)

Apabila saudara telah selesai menggambar semua kotak, pilihlah satu gambar yang Saudara anggap paling mudah diselesaikan, satu gambar yang Saudara anggap paling sulit diselesaikan, satu gambar yang paling saudara sukai, dan satu gambar yang paling tidak Saudara sukai, dengan menuliskan simbol berikut di belakang keterangan gambar: (Tester mencontohkan di papan tulis)

M = Gambar paling mudah

S = Gambar paling sulit

+ = Gambar yang paling disukai

- = Gambar yang paling tidak disukai

Saudara harus menggunakan pinsil yang kami pinjamkan.

Apakah ada pertanyaan? (Tunggu sebentar)

Waktunya 15 menit (diberitahukan kepada Testee)

…(setelah waktu 15 menit berlalu)…

BERHENTI!! Letakkan pinsil Saudara…

Sekarang letakkan lembar tes tersebut di sisi meja yang kosong.

Sekian artikel tentang Interpretasi Tes Wartegg dan Tes Gambar Dalam Psikologi.

Daftar Pustaka
  • Anastasi, A & Urbina, S. 1998. Psychological Testing: 7th ed.
  • Kinget, Marian. 1952. The Drawing Completion Test: A Projective Technique for The Inverstigation of Personality. New York:Grune & Stratton, Inc
  • Gregory, Robert.J. Psyhcological Testing: 6th edition. Boston: Pearson Education.
  • Widjaja, H. 1987. Proyeksi Kepribadian dalam Gambar Figur Manusia. Bandung:Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran.

Persiapan dan Instruksi Tes Menggambar Orang dalam Psikologi

Pengantar Tes Proyeksi
1/12/2016
Persiapan dan Instruksi Tes Menggambar Orang dalam Psikologi - Tes gambar orang adalah salah satu dari teknik proyeksi dengan cara menggambarkan “Orang”. Tes ini mengukur fungsi kognitif dan tentunya kepribadian seseorang. Tes ini cukup popular dikalangan psikolog klinis, maupun dunia pendidikan dalam menggali karakter kepribadian seseorang. Pada awal 1926, Goodenough membangun suatu prosedur standar dalam mengevaluasi inteligensi anak-anak dengan cara menggambar manusia. Dalam waktu yang kurang lebih sama, Emil Jucker memperkenalkan Tes Gambar Orang yang kemudian di elaborasi lebih jauh dan sempurna oleh Charles Koch (1952, 1957).

Persiapan dan Instruksi Tes Menggambar Orang dalam Psikologi_
image source: videojug.com
baca juga: Teori dan Sejarah Tes Psikotes Menggambar Orang dalam Psikologi

TES MENGGAMBAR ORANG

Persiapan:

- Menyiapkan stopwatch yang siap pakai

- Menuliskan di pojok kiri atas papan tulis yang tersedia:

Nomor :

Nama :

Tgl. Lahir :

Tgl. Pmr. :

Untuk isian Testee di kertas HVS yang akan dibagikan

- Membagikan selembar kertas HVS kosong ukuran A4 tebal 60 gram

Instruksi:

Kepada Saudara telah dibagikan sehelai kertas kosong.

Ambillah kertas itu dan di sudut kiri atas ini…(tunjukkan kepada Testee)… tulislah:

Nomor : Nomor pemeriksaan Saudara

Nama : Nama lengkap Saudara

Tgl. Lahir : Tanggal, bulan, dan tahun lahir Saudara

Tgl. Pmr : Tanggal hari ini (tester menyebutkan tanggal, bulan, dan

tahunnya)

Jika sudah selesai, letakkan alat tulis Saudara dan perhatikan ke depan.

(Setelah semua Testee memperhatikan ke depan)

Sekarang balikkan kertas Saudara demikian (tunjukkan kepada Testee) sehingga Saudara menghadapi halaman yang seluruhnya kosong (tunjukkan kepada Testee).

Perhatikan!

Seluruh halaman ini sekarang adalah milik Saudara (tester menunjukkan seluruh halaman yang kosong)

Tugas Saudara adalah GAMBARLAH ORANG!

Dalam hal ini, tidak diperkenankan menggambar orang berupa kartun, anime maupun orang yang berbentuk abstrak atau sketsa.

Saudara hanya boleh menggunakan pinsil yang kami pinjamkan.

Apakah ada pertanyaan? (tunggu sebentar)

Jika tidak ada, ambillah pinsil Saudara dan silakan MULAI.

Waktunya 10 menit (diberitahukan kepada Testee)

(Kalau ada pertanyaan, Tester harus menjawab sesuai dengan aturan yang ditetapkan. Lihat catatan di bawah. Tester berkeliling untuk memeriksa apakah semua Testee menggambar orang yang diperkenankan. Jika ada yang salah gambarnya, lakukan petunjuk pada catatan butir 4 di bawah)

Setelah waktu 10 menit berlalu…

BERHENTI!

Pada bagian lain yang kosong, berilah keterangan gambar tersebut, siapakah orang yang saudara gambar, berapakah usianya, apa kegiatannya dalam gambar tersebut, sebutkan tiga hal positif mengenai orang tersebut, dan tiga hal negatif mengenai orang tersebut. Keterangan dapat diberikan dalam bentuk uraian maupun poin-poin.

(Tunggu testee selesai memberi keterangan gambar.)

Apabila testee sudah selesai,katakan…Letakkan pinsil Saudara, kemudian letakkan gambar Saudara di sisi meja yang kosong.

(Tester melakukan observasi kemudian mengumpulkan gambar dan pinsil)

Catatan:
  1. Apabila Testee bertanya: “Apakah boleh menggambar …?” (menyebut bagian tubuh, atau setengah tubuh, maupun jenis kelamin tertentu), tester harus menjawab, “Terserah”.
  2. Pemberian instruksi dalam tes menggambar orang, disesuaikan dengan tujuan pemeriksaan. Instruksi utamanya adalah “gambarlah orang”. Namun pada tes dengan tujuan seleksi dan dilaksanakan secara klasikal, umumnya instruksi “Dalam hal ini, tidak diperkenankan menggambar orang berupa kartun, anime maupun orang yang berbentuk abstrak atau sketsa.” digunakan. Terkadang ditambah dengan “gambarlah orang utuh, sebagaimana yang anda temui sehari-hari”.

Pada tes dengan tujuan klinis dan dilakukan secara individual, biasanya instruksi yang diberikan sebatas “gambarlah orang”. 

Sekian artikel tentang Persiapan dan Instruksi Tes Menggambar Orang dalam Psikologi.

Daftar Pustaka
  • Anastasi, A & Urbina, S. 1998. Psychological Testing: 7th ed. 
  • Gregory, Robert.J. Psyhcological Testing:6th edition. Boston: Pearson Education.
  • Widjaja, H. 1987. Proyeksi Kepribadian dalam Gambar Figur Manusia. Bandung:Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran.

Teori dan Sejarah Tes Psikotes Menggambar Orang dalam Psikologi

Pengantar Tes Proyeksi
1/12/2016
Teori dan Sejarah Tes Psikotes Menggambar Orang dalam Psikologi - Kepribadian manusia tidak berkembang dalam proses yang singkat. Dimulai dari masa kanak-kanak hingga mati, manusia berkembang dan tumbuh menjadi sosok yang memiliki banyak ide, kemampuan, keterampilan, serta hal lainnya. Pengalaman tersebut di internalisasi dalam diri menjadi nilai-nilai dan semacam blueprint dalam kehidupan manusia. Pengalaman tersebut menjadi motivasi-motivasi individu dalam mencapai tujuannya. Tanpa kita sadari, wujud dari motivasi, atau dorongan kehidupan manusia dapat terlihat dari coretan garis. Hal ini yang menjadi dasar ketertarikan peneliti dimasa awal berkembangnya tes ini seperti Goodenough, Charles Koch, dan Machover.

Telah lama diketahui bahwa individu memperlihatkan aspek-aepek penting dari kepribadian mereka dalam gambar. Yang ditasakan kurang adalah taraf sistematisasi analisa suatu produk grafis yang komprehensif. Machover dalam buku “Proyeksi Kepribadian Melalui Gambar Figur Orang” berusaha untuk menggarsikan suatu metode analisa keprbadian berdasarkan intepretasi.

Kepribadian tidak berkembang dalam suatu vakum, tetapi melalui gerakan, perasaan dan memikirkan suatu badan khusus. Metode proyektif yang menjelajahi motivasi-motivasi telah berulang kali membuka celah-celah ekspresi diri yang tertutup dan mungkin tidak disadari dan tidak dimanifestasikan dalam bentuk terbuka atau komunikasi langsung.

Teori dan Sejarah Tes Psikotes Menggambar Orang dalam Psikologi_
image source: insinyoer.com
baca juga: Persiapan dan Instruksi Tes Gambar Pohon dalam Psikologi

SEJARAH PERKEMBANGAN TES DRAW A PERSON

Tes DAP (Draw A Person) atau juga sering disebut DAM (Draw A Man) merupakan salah satu bentuk alat tes Psikologi yang sering kita jumpai di saat proses assessment psikologi. Tes DAP atau DAM termasuk tes individual yang hingga saat ini masih banyak digunakan oleh praktisi psikologi. Perkembangan tes ini dimulai pada tahun 1926, Laurence Goodenough mengembangkan Draw-A-Man (DAM) Test untuk melihat dan memprediksi taraf kemampuan kognitif anak. Kemmapuan kognitif ini menurut Goodenoguh dapat terlihat melalui kualitas hasil gambarnya. Hal ini dengan asumsin bahwa akurasi dan detail gambar yang dihasilkan menunjukkan tingkat kematangan intelektual anak. DAM test ini dapat digunakan untuk anak usia 3 – 10 tahun.

Selain Goodenough, pada tahun 1948, Buck mengembangkan House-Tree-Person (HTP) Test. Tes ini melibatkan gambar rumah, pohon, dan orang dengan asumsi dari gambar ini dapat memproyeksikan kedekatan kehidupan seseorang. Tahun 1949, Machover mengembangkan Draw-A-Person (DAP) Test, sebagai teknik untuk mengukur kepribadian. Machover mengembangkan sejumlah hipotesis berdasarkan obeservasi klinis dan penilaian intuitif. Misal, ukuran gambar berkaitan dengan tingkat self-esteem, penempatan gambar dalam kertas merefleksikan suasana hati dan orientasi sosial seseorang.

TUBUH SEBAGAI ALAT EKSPRESI DIRI

Pada saat individu berusaha menyelesaikan persoalan yaitu tugas menggambar orang, ia dipaksa menggambar dari beberapa sumber. Atribut-atribut tubuh diluar dirinya terlalu bervariasi untuk dapat memunculkan diri sebagai wakil manusia yang spontan dan objektif. Pada saat tertentu ada proses seleksi yang melibatkan identifikasi melalui proyeksi dan introspeksi yang masuk ke dalam. Individu harus menggambar secara sadar dan sudah tentu juga tanpa disadari seluruh system nilai-nilai psikisnya. Tubuh atau “the self” merupakan titik referensi yang paling intim dalam kegiatan apapun, apabila kita mengikuti garis pertumbuhan, maka tampak hubungan berbagai sensasi, persepsi, dan emosi dengan organ-organ tubuh tertentu. Investasi dalam organ-organ tubuh ini, atau persepsi bayangan tubuh yang berkembang melalui pengalaman pribadi harus membimbing individu yang sedang menggambar dalam struktur khusus da nisi yang membentuk “orang”.

Dengan demikian, gambar figure orang yang melibatkan proyeksi bayangan tubuh merupakan suatu sarana alami untuk menyatakan kebutuhan-kebutuhan tbuh dan konflik-konflik seseorang. Intepretasi yang berhasil terhadap gambar telah berlangsung atas dasar hipotesis bahwa figure yang digambar berhubungan dengan individu yang menggambar dengan keakraban sama yang menandai gaya masing-masing individu, tulisan tangannya atau gerakan-gerakan ekspresi lainnya. Teknik analisa kepribadian yang digambarkan berikut ini berusaha untuk menyusun kembali ciri-ciri utama proyeksi diri ini.

Suasana Hati Figur

Pada waktu menterjemahkan bayangan tubuh atau model postural dalam istilah-istilah grafis, apakah produk akhir secara otomatis sesuai degnan ketegangan psikis dan sikap individu. Secara khusus, apakah figure yang digambarkan tampak bahagia, ekspansif, menarik diri, autistik, menyempit, ketakutan, seperti berkelahi atau kurang afeksi? Apakah figure yang digambar nampak kuat atau lemah? Apakah tampak didominasi suatu “orang complex” tertentu? Ini merupakan warna suasan hati atau kecenderungan sentral dan disposisi yang dalam pengalaman machover selalu mencerminkan ketegangan si penggmbar.

Melalui gambar orang, kita bisa mencari tahu suasana hati seseorang dengan memintanya untuk menggambar figure yang mewakili suasana hati mereka. Hal ini dapat dilakukan melalui eksperimen kecil.

Coretan dan Gambar

Pada esensinya, gambar merupakan kumpulan coretan yang memiliki konsep. Gambar/coretan merupakan hasil dari gerakan tangan (motorik kasar dan halus). Gerakan tangan ini dikendalikan oleh sistem syaraf di otak sebagai pusat koordinasi. Sehingga, dengan demikian, kelemahan atau gangguan pada coretan akan mengarahkan perhatian pada kemungkinan gangguan pada otak. Disadari atau tidak, setiap gerakan manusia juga dilatarbelakangi oleh emosinya. Artinya, motorik yang berlangsung pada dasarnya adalah suatu psikomotorik.

Selain coretan yang dibuat sekali diatas kertas, ada kemunkinan lain bahwa coretan-coretan itu diulang berkali-kali pada tempat yang sama diatas kertas gambar. Jika hal ini terjadi maka testee hendak membuat efek bayangan (shadow) pada gambarnya. Jelas bawah perilaku orang menggambar tersebut berkaitan dengan kognisinya, yaitu pengetahuan serta pengalaman tentang bayangan. Namun apabula pengulangan coretan itu dilakukan secara berlebihan dan menghasilkan bagian-bagian yang menghitam (pada gambar), maka perseverasi gerakan yang tampak mengandung intepretasi bahwa vitalitas orang yang bersangkutan juga terikat dan terpaku pada satu penghayatan emosional pada dirinya. Yang pada umumnya berupa kecemasan sebagai afek yang kuat. Penghitaman kertas gambar adalah penyembunyian “sesuatu” yang didalam psikoanalisa dikenal dengan represi. Jadi yang disebut seusatu tadi adalah kecemasan yang akhirnya ditekan.

Simbolik Ruang

Seorang ahli grafologi, Max Pulver menjelaskan bahwa adanya simbloik ruang dalam kertas untuk tes proyeksi. Yaitu zona atas-bawah, kiri-kanan, muka-belakang. Banyak pohon digambar dalam bentuk salib, batang, adanya cabang yang melanjutkan batang dan cabang-cabang lainnya. Salib memperlihatkan adanya atas-bawah, kiri-kanan atau dunia-surga, matter-mind, masa lalu dan masa depan. Hal ini dapat dikatakan sebagai the pre-rational psyche, the archtype “cross”. Sisi kiri kertas dapat diasosiasikan sebagai introversi, dan kanan adalah ekstraversi. Kiri juga dapat diartikan sebagai “inner life”, masa lalu atau hal yang telah dilupakan. Gerakan ke bawah merupakan gerakan kea rah diri sendiri.

ASAL USUL METODE

Sejak jaman dulu, ketertarikan para praktisi psikolog klinis untuk melihat hubungan antara genuis dan gila, serta kemiripan karya seni orang gila dengan karya seni yang dihasilkan orang-orang primitive dan anak-anak. Studi literature menunjukkan bukt adanya usaha-usaha untuk mengklasifikasikan ciri-ciri gambar sesuai dengan kelompok- kelompok psikiatris. Anastasi dan Foley (dalam Widjaja, 1987:20) menyimpulkan diferensiasi melalui gambar hanya dapat dilakukan orang-orangdengan gangguan mental yang berat. Berawal dari hal tersebut, ketertarikan para praktisi untuk melihat apa yang dapat terlihat dari gambar manusia menjadi tinggi. Antusiasme peneliti untuk membuka rahasia yang tidak dapat dilakukan dengan metode penlitian lainnya telah banyak dibicarakan.

Dapat diasumsikan bahwa gambar orang merupakan proyeksi dari self concept, proyeksi individu terhadap lingkungannya, dan ideal self image-nya. DAM juga dapat dikatakan sebagai suatu persepsi berdasarkan hasil pengamatan individu terhadap lingkungannya. Lebih mendalam lagi, DAM dapat menunjukkan ekspresi dari keadaan emosi seseorang. Tidak dipungkiri, bahwa bias pengukurandengan metode ini masih ada, salah satu yang mempengaruhi performa testee adalah sikap testee terhadap tester dan situasi tes tersebut.

RELIABLITAS DAN VALIDITAS TES GAMBAR ORANG

Reliabilitas test-retest DAP berdasarkan skoring kuantitatif dengan menggunakan panduan DAP yang dibuat oleh Harris (1963) didapatkan reliabilitas isi yang sedang (Median r = 0.74). Sedangkan reliabilitas interrater jauh lebih baik, yaitu median 0.90 untuk gambar laki-laki dan 0.94 untuk gambar wanita.

DASAR-DASAR KLINIS

Dalam proses menggambar yang dilakukan individu melibatkan identifikasi melalui proyeksi dan introproyeksi yang masuk ke dalam. Tubuh (the self) merupakan titik referensi yang paling intim dalam kegiatan apapun sehingga gambar orang yang melibatkan proyeksi bayangan tubuh merupakan suatu alat alamiah untuk menyatakan kebutuhan-kebutuhan tubuh dan konflik-konflik seseorang. Berdasarkan pengalaman Machover, “ekspresi” figur yang digambar mencerminkan “feeling tones”.

TES GAMBAR ORANG DIKEHIDUPAN SEHARI-HARI

• Industri dan Organisasi:

Untuk digunakan sebagai bagian dari tes potensi (psikotes) dalam seleksi karyawan

Untuk membuat profil kompetensi, maka metode Assesment Center masih dpat digunakan. Tes gambar orang ini akan menjadi pelengkap yagn penting dalam memberikan informasi mengenai individu.

• Militer : seleksi, klinis, diagnosa, dll

• Sekolah:
  • TK : dapat melihat kesiapan anak untuk sekolah
  • SMA : Penjurusan
  • Kuliah : seleksi, kesesuaian minat dan bakat.
  • Psikolog : Diagnosa gangguan kepribadian > kebutuhan terapi

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TES GAMBAR ORANG

Kelebihan Tes Proyeksi
  • Tes proyeksi dapat menjangkau lapisan-lapisan lebih dalam dari kepribadian, (tidak disadari subyek) 
  • Bersifat ekonomis

Kekurangan
  • Tester harus memiliki keterampilan yang khusus dalam kaitannya dengan ketepatan melakukan diagnosa
  • Tidak se-obyektif dan seakurat tes kognitif
  • Tidak terstrukturnya rangsang memberi kesulitan dalam membuat penilaian
  • Akibat masalah penilaian, kebanyakan tehnik proyeksi tidak memenuhi standar konvensional dari validitas dan reliabilitas

Sekian artikel tentang Teori dan Sejarah Tes Psikotes Menggambar Orang dalam Psikologi.

Daftar Pustaka
  • Anastasi, A & Urbina, S. 1998. Psychological Testing: 7th ed. 
  • Gregory, Robert.J. Psyhcological Testing:6th edition. Boston: Pearson Education.
  • Widjaja, H. 1987. Proyeksi Kepribadin Manusia dalam Gambar Orang. Bandung:Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran

Persiapan dan Instruksi Tes Gambar Pohon dalam Psikologi

Pengantar Tes Proyeksi
1/12/2016
Persiapan dan Instruksi Tes Gambar Pohon dalam Psikologi - Pengukuran psikologi sudah menjadi salah satu inti dari disiplin ilmu psikologi. Administrasi Tes Pohon menjadi salah satu komponen penting kurikulum karena menjadi kompetensi dasar sarjana Psikologi. Melalui artikel ini diharapkan dapat melaksanakan administrasi tes pohon sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Tes gambar pohon adalah salah satu dari teknik proyeksi dengan cara menggambarkan “Pohon”. Tes ini mengukur fungsi kognitif dan tentunya kepribadian seseorang. Tes ini cukup popular dikalangan psikolog klinis, maupun dunia pendidikan dalam menggali karakter kepribadian seseorang. Pada awal 1926, Goodenough membangun suatu prosedur standar dalam mengevaluasi inteligensi anak-anak dengan cara menggambar manusia. Dalam waktu yang kurang lebih sama, Emil Jucker memperkenalkan Tes Gambar Pohon yang kemudian di elaborasi lebih jauh dan sempurna oleh Charles Koch (1952, 1957).

Persiapan dan Instruksi Tes Gambar Pohon dalam Psikologi_
image source: www.easy-drawings-and-sketches.com
baca juga: Teori dan Konsep Tes Menggambar Pohon (BAUM) dalam Psikologi

PERSIAPAN TES POHON

- Menyiapkan stopwatch yang siap pakai

- Menuliskan di pojok kiri atas papan tulis yang tersedia:

Nomor :

Nama :

Tgl. Lahir :

Tgl. Pmr. :

Untuk isian Testee di kertas HVS yang akan dibagikan

- Membagikan selembar kertas HVS kosong ukuran A4 tebal 60 gram

Instruksi:

Kepada Saudara telah dibagikan sehelai kertas kosong.

Ambillah kertas itu dan di sudut kiri atas ini…(tunjukkan kepada Testee)… tulislah:

Nomor : Nomor pemeriksaan Saudara

Nama : Nama lengkap Saudara

Tgl. Lahir : Tanggal, bulan, dan tahun lahir Saudara

Tgl. Pmr : Tanggal hari ini (tester menyebutkan tanggal, bulan, dan tahunnya)

Jika sudah selesai, letakkan alat tulis Saudara dan perhatikan ke depan.

(Setelah semua Testee memperhatikan ke depan)

Sekarang balikkan kertas Saudara demikian (tunjukkan kepada Testee) sehingga Saudara menghadapi halaman yang seluruhnya kosong (tunjukkan kepada Testee).

Perhatikan!

Seluruh halaman ini sekarang adalah milik Saudara (tester menunjukkan seluruh halaman yang kosong).

Tugas Saudara adalah GAMBARLAH POHON!

Jenis yang tidak boleh digambar adalah jenis rumput, pisang, bambu, kelapa, cemara, pepaya, kaktus, dan perdu. Jadi gambarlah pohon yang lainnya.

Saudara hanya boleh menggunakan pinsil yang kami pinjamkan.

Apakah ada pertanyaan? (tunggu sebentar)

Jika tidak ada, ambillah pinsil Saudara dan silakan MULAI.

Waktunya 10 menit (diberitahukan kepada Testee)

(Kalau ada pertanyaan, Tester harus menjawab sesuai dengan aturan yang ditetapkan. Lihat catatan di bawah. Tester berkeliling untuk memeriksa apakah semua Testee menggambar pohon yang diperkenankan. Jika ada yang salah gambarnya, lakukan petunjuk pada catatan butir 4 di bawah)

Setelah waktu 10 menit berlalu…

BERHENTI!

Berilah nama pohon yang Saudara gambar itu, di bawahnya, atau di bagian lain yang kosong.

Letakkan pinsil Saudara, kemudian letakkan gambar Saudara di sisi meja yang kosong.

(Tester melakukan observasi kemudian mengumpulkan gambar dan pinsil)

Catatan:

  1. Apabila Testee bertanya: “Apakah boleh menggambar …?” (menyebut nama pohon yang tidak boleh digambar), tester harus menjawab, “Tidak, silakan menggambar pohon yang lain”.
  2. Apabila Testee bertanya: “Apakah boleh menggambar …?” (menyebut nama pohon yang boleh digambar), tester harus menjawab, “Terserah”.
  3. Apabila Testee bertanya:
    - “Apakah dengan buahnya?”
    - “Apakah lengkap dengan daun, bunga, dan buahnya?”
    - “Apakah boleh lebih dari satu pohon?”
    - “Apakah boleh dengan pemandangan?”
    - “Apakah kertasnya boleh dimiringkan ?”
    Pengawas harus menjawab, “Terserah”
  4. Apabila Testee terlanjur menggambar pohon yang tidak diperkenankan, gantilah kertasnya dan berilah instruksi singkat secara individual untuk menggambar pohon yang lain. Gambar yang dibuat pertama tadi tetap harus dimasukkan ke dalam berkas Testee yang bersangkutan, di belakang gambar pohon yang betul.


RELIABILITAS DAN VALIDITAS TES GAMBAR POHON

Pada tes gambar pohon ini, reliabilitas dan validitas pada umumnya sama seperti pada tes proyektif lainnya. Reliabilitas pada teknik proyektif rata-rata memberikan hasil yang tidak memuaskan. Hal ini disebabkan seperti temuan pada masing-masing kartu sebagai soal tidak bisa dilakukan studi koefisien reliabilitas konsistensi internal, split half reliability. Sebab lain adalah scorer reliability, skor hasil tes tidak hanya ada preliminary scoring, tetapi pada tahap integrasi hasil tes dan interpretasi. Tidak jauh berbeda dengan validitas. Selain itu rendahnya validitas dalam teknik proyektif disebabkan kurangnya kesimpulan matang mengenai studi validitas. Studi validitas tes proyektif sendiri mengalami defisiensi prosedural seperti kurangnya kontrol eksperimen atau analisa statistik, bahkan keduanya dapat terjadi dalam uji validitas tes proyektif. Validitas dalam tes proyektif juga sulit didapat disebabkan begitu luasnya penilaian dari hasil tes yang akan diukur/dinilai.

KRITIK TERHADAP TES POHON

Kemudahan administrasi pelaksanaan tes pohon sangat membantu para psikolog dan pengguna tes pohon lainnya karena cukup membutuhkan waktu 5 – 10 menit. Hal ini dapat membantu psikolog klinis untuk lebih memiliki waktu untuk melakuan observasi. Terutama pada psikomotoriknya. Namun memang terkait dengan validitas karena para penilaiannya masih sangat tergantung pada jam terbang dan keahlian tester. Tes ini juga dihindari untuk digunakan kepada tetee yang memiliki inteligensi rendah. Hal ini dikarenakan gambar pohonnya akan cenderung berkualitas rendah.

Sekian artikel tentang Persiapan dan Instruksi Tes Gambar Pohon dalam Psikologi.

Daftar Pustaka

  • Anastasi, A & Urbina, S. 1998. Psychological Testing: 7th ed.
  • Gregory, Robert.J. Psyhcological Testing:6th edition. Boston: Pearson Education.

Teori dan Konsep Tes Menggambar Pohon (BAUM) dalam Psikologi

Pengantar Tes Proyeksi
1/12/2016
Teori dan Konsep Tes Menggambar Pohon (BAUM) dalam Psikologi - Pengukuran psikologi sudah menjadi salah satu inti dari disiplin ilmu psikologi. Tes Pohon adalah salah satu metode proyeksi yang hingga saat ini masih digunakan oleh praktisi psikologi di Indonesia. Melalui artikel ini diharapkan dapat memahami dan menjelaskan kembali teori dan pemahaman mengenai konsep Tes Pohon.

­­­SEJARAH TES POHON

Pada awal 1926 GOODENOUGH mengembangkan suatu prosedur yang terstandarisasi untuk mengevaluasi inteligensi anak-anak. Metode yang digunakan adalah dengan menggambar seorang manusia (draw a man). Pada waktu yang bersamaan, Emil Jucker juga mengembangkan suatu metode yang terarah, yaitu Tes Pohon. Tes ini kemudian dielaborasi lebih lanjut oleh Charles Koch (1952, 1957). Pada awalnya tes ini digunakan untuk tes jurusan di sekolah-sekolah oleh Charles Koch.

Alasan Koch mengembangkan tes dengan gambar Pohon, adalah Jucker mengatakan bahwa Pohon itu memiliki karakteristik yang hampir sama seperti manusia. Pohon selalu tumbuh & berkembang dan untuk hidup pohon memerlukan makanan dan minuman. Dari hasil penelitian budaya dikatakan pohon memiliki arti dan makna yang penting bagi manusia, oleh karena itu pohon dianggap mewakili manusia.

Teori dan Konsep Tes Menggambar Pohon (BAUM) dalam Psikologi_
image source: tritontv.com
baca juga: Macam-Macam Teknik Metode Pengukuran dalam Psikologi

LANDASAN TEORI DALAM DAN ASPEK YANG DIUNGKAP

1. Psikoanalisa

Menekankan pada masalah-masalah ketidaksadaran diri. Pohon termasuk dalam tes proyektif karena dapat memancing hal-hal yang tidak disadari oleh orang tersebut. Dalam pohon, terdapat bagian-bagian yang dapat memproyeksikan inner state individu. Bagian-bagian pohon juga dapat menjadi symbol dari struktur kepribadian yang dikembangkan aliran psikoanalisis.

2. Fenomenologis

Sesuatu yang dibuat orang merupakan gejala yang ditampilkan. Gejala tersebut memiliki makna bagi orang tersebut. Gejala yang terlihat dalam gambar pohon merupakan intepretasi pengalaman individu yang dituangkan dalam bentuk gambar.

3. Perkembangan

Usia individu memberikan pengaruh pada sifat dan bentuk gambar. Beberapa percobaan pada anak-anak menunjukkan bahwa, di usia-usia tertentu, anak-anak menggambar dengan pola yang sama.

Tes gambar orang adalah salah satu teknik yang mengukur fungsi kognitif dan kepribadian individu. Meskipun tes ini popular dikalangan psikolog dan praktisi pendidikan pada awalnya, tes ini kemudian popular di bidang lainnya. Dalam bidang industry dan organisasi, tes ini masih digunakan sebagai alat bantu untuk mengetahui gambaran kepribadian seseorang yang dikaitkan dengan jabatan/pekerjaan.

PERKEMBANGAN USIA DALAM TES POHON

1. Anak usia pra sekolah meletakkan dasar batang (stambasis) pada pinggir kertas

  • Usia 7 – 8 tahun : 45%


2. Penempatan batang pada garis dasar

  • Usia 5 tahun : 5%
  • Usia 6-7 tahun : 15%
  • Usia 8 tahun : 31%


3. Embel-embel (burung, orang-orang kecil, sarang burung, rumah burung, hati)

  • Usia 7 tahun : 12%
  • Usia 8 tahun : 11%
  • Usia 9 tahun : 20%
  • Presentase menurun dengan meningkatnya usia, tetapi naik lagi dalam usia pubertas


4. Batang digambar satu garis

  • Usia 5 tahun : 44%
  • Usia 6 tahun : 21%
  • Usia 7 tahun : 3,7%


5. Cabang yang digambar dengan satu garis

  • Usia 5 tahun : 33%
  • Usia 6 tahun : 60%
  • Usia 7 tahun : 75%
  • Usia 8 tahun : 55%
  • Usia 9 tahun : 29%
  • Usia 13 tahun : 21%
  • Setelah 13 tahun menurun jadi 12%


6. Batang digambar dengan 2 garis:

  • Usia 7 tahun : 0-10%
  • Usia 9 tahun : 44%
  • Usia 13 tahun : 50-60% meningkat menjadi 75%


7. Buah yang bergantungan

  • Usia 5 tahun : 29%
  • Usia 6 tahun : 41%


PERAN TES BAUM DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

Peranannya dalam kehidupan sehari-hari, tes BAUM masih dipercaya sebagai salah satu metode untuk melihat karakter/kepribadian manusia. Pohon yang dianalogikan sebagai manusia yang tumbuh berkembang memberikan symbol-simbol yang dapat diintepretasikan dan menjadi gambaran individu itu sendiri.

Para psikolog di Indonesia masih menggunakan metode ini sebagai salah satu alat bantu untuk membangun profil individu. Psikolog klinis dapat menggunakan metode ini untuk mencari gambaran kepribadian individu yang lebih mendalam hingga mencari indikasi patologisnya. Baik itu patologis bersifat kepribadian atau gangguan yang bersifat medis.

Untuk kebutuhan dunia industry/perusahaan, tim rekrutmen masih menggunakan metode ini sebagai salah satu alat untuk melihat potensi individu/calon karyawan. Metode ini masih dirasa cukup dapat dipercaya namun penggunaannya tidak mendalam seperti pada praktisi psikologi klinis.

Sekian artikel tentang Teori dan Konsep Tes Menggambar Pohon (BAUM) dalam Psikologi.

Daftar Pustaka

  • Anastasi, A & Urbina, S. 1998. Psychological Testing: 7th ed.
  • Gregory, Robert.J. Psyhcological Testing:6th edition. Boston: Pearson Education

Macam-Macam Teknik Metode Pengukuran dalam Psikologi

Pengantar Tes Proyeksi
1/10/2016
Macam-Macam Teknik Metode Pengukuran dalam Psikologi - Ragam pengukuran dalam metode proyeksi menjadi dasar salah satu pengetahuan dan keterampilan dalam pengukuran psikologi. Melalui artikel ini diharapkan dapat memahami dan menjelaskan kembali teori dan pemahaman mengenai konsep ragam metode pengukuran psikologi.

TEKNIK PROYEKTIF DALAM TES PSIKOLOGI

Teknik proyektif dalam pengetesan psikologi memiliki berbagai bentuk dan cara administrasi. Namun setelah dilaksanakan pengujian atribut psikologi seperti reliabilitas, validitas, mayoritas teknik proyektif tidak menampilkan hasil cenderung kurang baik. Pada bagian berikutnya akan dijelaskan darimana teknik proyektif muncul, pentingnya teknik proyektif pada pengetesan psikologi.

Macam-Macam Teknik Metode Pengukuran dalam Psikologi_
image source: rinf.com

baca juga: Teori Psikoanalisa, Kepribadian, dan Pengukuran Kepribadian


Dasar Teknik Proyektif

Teknik proyektif dalam pengetesan psikologi, disebut juga tes proyeksi merupakan tes psikologi dengan tugas tidak terstruktur. Berbeda dengan alat tes psikologi lainnya, tes proyeksi merupakan tes berisi instruksi sederhana untuk merespon stimulus yang cenderung ambigu. Teknik proyektif pada awalnya ditujukan untuk mengungkap lebih mendalam aspek fundamental psikologi individu melalui stimulus ambigu. Teknik proyektif lebih lanjut akan mengungkap hal-hal seperti karakter, pemikiran, proses, kebutuhan, kecemasan, dan konflik.

Secara tipikal, instrumen proyektif dalam pengetesan psikologi juga merepresentasikan sebuah kamuflase dalam prosedur pengetesan. Sejauh ini tester jarang memperhatikan interpretasi psikologis yang ada pada responden. Teknik proyektif lebih condong untuk penggunaan untuk pengetesan kepribadian. Kepribadian dalam psikologi melalui teknik proyektif tidak akan dilihat secara faktor terpisah melainkan secara komposit.

Teknik proyektif pada dasarnya berasal dari ranah klinis. Teknik proyektif juga dikembangkan dari pelaksanaan prosedur terapeutik (seperti terapi seni) pada pasien-pasien psikiatri. Teknik proyektif dalam kacamata teoritis lebih merefleksikan pengaruh dari konsep psikoanalisa tradisional dan modern.

Inkblot Techniques

Teknik proyektif yang populer salah satunya dikembangkan oleh psikater berkebangsaan Swiss bernama Hermann Rorscharch pada tahun 1921 yang disebut sebagai Rorscharch inkblots. Meskipun sudah pernah hadir sebuah tes inkblot yang terstandarisasi. Rorscharch adalah yang pertama menggunakan teknik ini untuk melakukan diagnosa investigasi kepribadian secara komposit/keseluruhan. Pengembangan alat tes ini selanjutnya dilakukan eksperimen oleh Rorscharch sendiri dengan jumlah inkblots yang lebih banyak, yang diadministrasikan ke beragam grup psikiatri. Sebagai hasil dari observasi klinis, ragam respon yang dihasilkan dikelompokkan menjadi sebuah sistem skoring. Prosedur skoring kemudian ditambah dengan pengetesan tambahan bagi responden yang abnormal dan normal.

Dalam proses pengembangan tes ini, Rorscharch meninggal tiba-tiba tahun 1922. Para koleganya tetap melanjutkan pengembangan. Sempat dalam pengembangannya terdapat beberapa versi Rorscharch namun pada tahun 1960an kembali ke asal tes ini yaitu terdiri tes yang dilaksanakan lewat 10 kartu stimulus asli dan panduan postulat interpretasi Rorscharch.

Kartu stimulus Rorscharch terdiri dari lima kartu stimulus yang dicetak warna hitam atau abu-abu, dua kartu selanjutnya dicetak warna merah, dan sisanya adalah warna pastel. Testee akan ditunjukkan kartu ini saat pengetesan dan menjawab apa yang ia lihat dalam kartu ini. Lebih lanjut, selagi testee menjawab, verbatim tetap dijalankan, serta reaksi pasca menerima kartu stimulus, durasi, spontaneous remarks, ekspresi emosi, dan perilaku insidental lainnya. Tester wajib bertanya kepada testee dalam konteks menggali lebih dalam serta melakukan klarifikasi berdasarkan jawaban awal responden.

Pengembangan sempat terjadi perbedaan pada teknik Inkblot, perbedaan tersebut terletak kepada :

  • Lokasi : merujuk pada bagian noda tinta yang dengannya responden mengasosiasikan tiap respon. Apakah responden menggunakan seluruh bagian stimulus pad akartu stimulus atau hanya bagian-bagian tertentu.
  • Determinan respons : mencakup bentuk, warna, bayangan, dan gerakan yang dipersepsikan oleh responden saat menerima kartu stimulus.
  • Kualitas bentuk : merujuk pada ketepatan respon


Dalam sistem skoring inkblot Rorscharch, walaupun sempat terjadi perbedaan sistem namun tetap mengacu pada satu poin. Poin tersebut adalah respon-respon yang sudah diklasifikasikan sebagai respon persepsi mengenai tubuh manusia, bagian tubuh manusia, bentuk hewan, bagian tubuh hewan. Kategori penentuan skor lainnya juga mencakup respon persepsi mengenai objek seni, tanaman, peta, awan, darah, sinar X, pakaian, objek seksual, pemandangan.

Analisis mendalam atas respon dari tes inkblot Rorscharch umumnya didasarkan frekuensi relatif tiap-tiap respon dalam berbagai kategori dan juga nisbah tertentu seta antarhubungan di antara kategori yang berbeda. Dalam administrasi Rorscharch sesungguhnya, informasi berupa biodata, wawancara, catatan riwayat kasus juga digunakan sebagai kelengkapan pemeriksaan.

Exner Comprehension System

Tahun 1960 saat sistem skoring Rorscharch diragukan secara atribut psikometri karena tidak memiliki struktur yang baik. John E. Exner Jr. Bersama Samuel Beck dan Bruno Klopter – dua pembuat standar skor Rorscharch dengan variasi paling berbeda diantara lain sepakat membuat satu standar skoring untuk tes inkblot Rorscharch. Melalui investigasi klinis dan literatur secara mendalam, Exner bertujuan menyaring semua cara skoring menjadi sebuah standar baku skoring tes Rorscharch. Exner lebih lanjut membuat susunan skoring terstandarisasi sebagai berikut :

Exner mengembangkan sebuah sistem komprehensif hasil paduan lima pendekatan dasar Rorscharch. Pada sistem ini Exner menyediakan administrasi terstandarisasi, penentuan skor, prosedur interpretatif yang diseleksi atas dasar perbandingan empiris di antara berbagai praktik. Penekanannya lebih kepada variabel struktural daripada variabel isi. Sesungguhnya menurut Exner objek respons penentuan skor adalah asal mula dari rangkuman struktural yanga da pada inti sistem serta memberikn dasar bagi kebanyakan dalil interpretif. Tiap respon dikodifikasikan pada beberapa kategor penentuan skor yang bebreda, mencakup antara lain lokai, determinan, kualitas bentuk, isi, aktivitas organisasional dan popularitas. Respons-respons berkode ini didaftar dan frekuensi kode dihitung; unsur-unsur ini kemudian digunakan dalam penghitungan nisbah, persentase, dan indeks yang melengkapi rangkuman struktural. Berdasarkan seluruh catatan Rorscharch, pernyataan interpretatif bisa berasal, dari variabel-variabel pada berbagai tingkat kompleksitas. Sejumlah hipotesis dihubungkan dengan frekuensi sederhana, seperti lingkup penggunaan atau determinan tunggal (misalnya pembentukan bayangan); yang lain didasarkan pada munculnya dua variabel atau lebih secara bersama-sama, misalnya jumlah isi manusia dan isi hewan. Tingkat analisis yang paling kompleks adalah konstelasi dari berbagai variabel dan skor potong yang dihasilkan secara empiris. Variabel ini dikelompokkan ke dalam indeks-indeks (misalnya, Indeks Skizozfrenia, Indeks Depresi, Indeks mengatasi kekurangan) yang agaknya mencerminkan kemungkinan adanya gangguan atau kondisi tertentu.

Dengan menggunakan sistem seragama ini yang berkembang dan disempurnakan selama dua dasawarsa terakhir, Exner dan rekan-rekan telah mengumpulkan banyak data psikometris, termasuk norma pada orang dewasa, anak-anak, dan remaja serta berbagai sampel rujukan psikiatris. Studi tentang reliabilitas tes ulang selama beberapa interval waktu, berkisar dari beberapa hari sampai tiga tahun menunjukkan stabilitas temporal yang cukup kuat bagi kebanyakan variabel yang diskor. Penggambaran hati-hati tentang garis besar penentuan skor untuk sistem komprehensif telah memungkinkan para penguji yang terlatih untuk mendapatkan angka kesepakatan antarskor yang lumayan tinggi. Sesungguhnya, salah satu sumbangan utama karya Exner adalah diadakannya sistem Rorscharch seragam yang memungkinkan perbandingan diantara temuan-temuan riset dari berbagai peneliti. Oleh karena itu tidaklah mengherankan bahwa Sistem Komprehensif menjadi pendekatan yang paling kerap digunakan dan diajarkan untuk menentukan skor serta menginterpretasikan tes Rorscharch dan terbukti bermakna dalam meningkatkan kekuatan statistik riset Rorscharch.

Peningkatan metodologis dalam sistem Exner pada tes Rorscharch tetap membutuhkan pengembangan. Alat tes Rorscharch masih dipertanyakan mengenai validitasnya. Temuan-temuan mengenai atribut psikometri te Rorscharch cenderung kontradiktif. Pengembangan skoring tes Rorscharch yang dilakukan oleh Exner sendiri cenderung kabur dan kontradiktif. Hal ini rupanya disebabkan ukuran sampel yang kecil, jumlah variabel yang luas, kurangnya studi validasi siilang.

Pendekatan Alternatif

Penelitian yang dilakukan oleh Exner rupanya merupakan pemicu bagi peneliti lain untuk menggarap tes Rorscharch lebih mendalam. Seperti yang dilakukan oleh Aronow dan rekan-rekan (Aronow dan Reznikoff, 1976, 1983; Aronow et. al., 1994, 1995). Pendekatan milik Aronow ini melihat tes Rorscharch pada dasarnya adalah wawancara klinis terstandarisasi dengan cara mencatat respon perseptual testee. Pendekatan alternatif ini lebih menekankan pada interpretasi dari respon daripada konsep skoring normatif umumnya. Hal ini kemudian menjadi sebuah kelemahan pendekatan alternatif karena kurangnya perhatian terhadap cara skoring berdasar tata aturan psikometri umum. Namun, para ahli dalam pendekatan alternatif memiliki sebuah pemahaman tersendiri. Berdasar hasil data penggunaan tes Rorscharch pada psikolog klinis, bahwa tes ini lebih digunakan sebagai referensi psikoterapi. Lantas sebagai referensi psikoterapi, para ahli pendekatan alternatif seperti Aronow dan rekan-rekan membuat sebuah standar pedoman untuk interpretasi. Lebih lanjut Aronow berpendapat fokus skoring tes Rorscharch lebih kepada respon-respon yang kurang familiar, menyimpang, keluar dari kelaziman dan respon yang kurang dekat pada ciri-ciri stimulus noda tinta tertentu lebih memiliki kemungkinan untuk dilakukan analisa mendalam pada kasus individu.

Pendekatan lain juga dikembangkan oleh Lexner (1989) ia memandang tes Rorscharch adalah sebagai instrumen untuk menilai aspek internal individu. Teks Lerener menyediakan pedoman penggunaan tes Rorscharch untuk ranah klinis dan aplikasi penelitiannya sebagai pengukuran atas representasi objek, manuver mekanisme pertahanan diri, konsep-konsep lain yang penting bagi teori psikodinamik modern.

Alat tes Rorscharch juga digunakan dalam konteks klinis khusus. Tes ini diadministrasikan pada pasangan yang sudah menikah atau sebuah keluarga, sebuah geng remaja, tim kerja, atau kelompok alamiah lainnya. Para responden harus sepakat apa saja objek yang muncul berdasarkan kartu stimulus yang ditampilkan didepan mereka. Teknik ini cukup sukses sebagai dasar untuk meneliti hubungan-hubungan antarpribadi dan berbagai jenis perilaku sosial.

Tes Rorscharch dideskripsikan secara akurat sebagai tes yang berkali-kali hidup lebih lama dari obituarinya. Seperti tes psikologi yang sering digunakan, tes ini seringkali disalahgunakan, atau menyimpang dari tujuan utamanya. Namun didorong dasar untuk pemantapan teori dari tes Rorscharch, banyak penelitian dan pengembangan dilakukan. Keunggulan tes Rorscharch sebagai tes adalah mampu memiliki nilai khusus dalam mempelajari aspek perseptual, kognitif, dan afektif dari fungsi kepribadian.

Teknik Noda Tinta Holtzman / Holtzman Inkblot

Wayne H. Holtzman menyadari banyak kekurangan teknis dari tes Rorscharch asli disebabkan kematian pembuat alat tes sebelum berhasil mengembangkan alat tes tersebut. Holtzman lebih lanjut mengembangkan sendiri teknik inkblot yang tidak berpatok ukur pada tes Rorscharch. Teknik inkblot milik Holtzman terdiri dari 45 kartu yang masing-masing paralel, inkblot dipilih dari pool pendahuluan yang besar atas dasar kriteria empiris ditujukan pada maximisasi efektifitasnya. Hanya satu respon per kartu yang diperoleh, baik kartu akromatik, atau kartu berwarna yang dimasukkan dalam rangkaian tersebut.

Administrasi dan penentuan skor dari teknik inkblot Holtzman cukup terstandarisasi dengan baik dan dideskripsikann dengan jelas dari awal. Skor-skor diperoleh dari 22 variabel respons, termasuk banyak yang paralel dengan tes Rorscharch. Juga terdapat variabel tambahan seperti kecemasan dan permusuhan. Skor-skor persentil tersedia bagi sampel-sampel normal dari anak-anak sampai dewasa juga individu dengan kecenderungan menyimpang. Reliabilitas pada HIT (Holtzman Inkblot Technique) menggunakan split half method, paralel form, test-retest menghasilkan kesimpulan yang melegakan.

Penelitian validitas pada HIT menghasilkan temuan memuaskan. Penelitian validasi yang mengikuti berbagai pendekatan termasuk studi tentang kecenderungan perkembangan, perbandingan lintas budaya, korelasi-korelasi dengan tes-tes lain, dan dengan indikator perilaku ciri-ciri kepribadian, serta perbandingan kelompok antara normal atau pasien psikiatris. Tampak bahwa HIT memiliki keuntungan psikometris terhadap Rorscharch. Adanya bentuk paralel dari HIT memungkinkan pengujian secara berulang tetapi juga studi tindak lanjut yang memadai. Pembatasan respon per kartu memungkinkan produktivitas respons konstan bagi tiap responden dan menghindari banyak kekurangan dari penentuan skor Rorscharch.

Thematic Apperception Test

TAT menyajikan stimuli yang lebih terstruktur dan meminta respon verbal lebih kompleks, dan terorganisasi secara bermakna. Interpretasi didasarkan analisa isi yang sifatnya agak kualitatif. Thematic Apperception Test dikembangkan oleh Henry Murray dan stafnya di Harvard Psychological Clinic, belum digunakan secara luas dalam praktik dan penelitian klinis tapi telah berfungsi sebagai pengembangan banyak instrumen lainnya.

Materi TAT terdiri dari 19 kartu yang memuat gambar-gambar ambigu dicetak dalam warna hitam putih dan satu kartu kosong. Responden diminta untuk mengarang cerita yang sesuai pada gambar. Dalam hal kartu kosong, responden diminta untuk membayangkan gambar tertentu, mendeskripsikan lalu menceritakannya. Prosedur asli membutuhkan dua sesi dalam satu jam, 10 kartu digunakan per satu sesi. Untuk sesi kedua, disajikan kartu yang tidak lazim, dramatis, aneh, serta instruksi yang menyertainya mendorong responden bebas untuk berimajinasi. Empat rangkaian dari 20 kartu yang tumpang tindih disediakan untuk anak laki-laki, perempuan, pria berusia diatas 14 tahun, wanita diatas 14 tahun.

Metode interpretasi asli cerita TAT, tester akan menentukan siapa tokoh utamanya, karakter dari jenis kelamin manapun yang mampu mengidentifikasi karakter/pribadi testee. Isi cerita kemudian dianalisa berdasar daftar "need" dan "drive" menurut tipologi Murray. Daftar "needs" tersebut memiliki kaitan dengan "needs" dalam tes Edwards Personal Preference Schedule. Dalam menilai intensitas, kekuatan kebutuhan tersebut serta pengaruhnya terhadap kepribadian seseorang diperlukan secara khusus perhatian pada intensitas, durasi, frekuensi munculnya hal tersebut dalam berbagai cerita yang berbeda, serta keunikan asosiasi dari respon testee dengan gambar tertentu. Keunikan tersebut akan memiliki kemungkinan untuk menjadi berarti bagi individu.

Cukup banyak informasi normatif telah diterbitkan untuk kebutuhan interpretasi TAT meliputi cara tiap kartu dipersepsi, tema yang dikembangkan, peran yang diberikan pada karakter, nada emosional yang diungkapkan kecepatan respons, panjang cerita dan sebagainya. Namun informasi ini menurut kebanyakan ahli klinis lebih senang bersandar pada norma subjektif yang didasari pengalaman mereka. Sehingga skor-skor kuantitatif yang sebenarnya perlu pengembangan cenderung diabaikan, karena dalam konteks klinis hal tersebut tidak diperlukan.

TAT telah digunakan secara luas dalam penelitian kepribadian. Variasi administrasi, penentuan skor, telah berkembang ke penggunaan tes dan praktik klinis. Keanekaragaman ini menghambat pengembangan secara psikometris sebagai tes psikologi tersendiri

Meskipun begitu, nilai teknik apersepi tematik, pada umumnya, dan pada TAT tidak dipertanyakan. Penelitian belakangan ini memperkuat manfaat dari berbagai versi TAT dan penggunaannya dalam lingkup psikopatologi, mekanisme pertahanan diri, atau evaluasi atas keterampilan pemecahan masalah.

Adaptasi TAT

Adaptasi TAT untuk maksud tertentu dikembangkan oleh para ahli. Sejauh ini tidak ada perbedaan yang cukup mencolok antara versi pengembangan dan versi asli. Adaptasi TAT lebih lanjut disesuaikan dengan konteks penelitian seperti versi TAT yang digunakan dalam survei atas sikap buruh, kelompok minoritas, otoritas, dan sebagainya (D.T. Campbell, 1950; R. Harrison, 1965). Adaptasi lain dikembangkan digunakan dalam konseling karier, penilaian eksekutif, dan sebagainya. Berbagai form telah disusun untuk populasi khusus seperti anak prasekolah, sekolah dasar, anak-anak dengan disabilitas fisik/mental, remaja, kelompok etnis.

Sejumlah adaptasi tes TAT telah memfokuskan pada pengukuran intensif atas needs atau drive tunggal seperti dorongan seks atau agresi. Paling menarik adalah penggunaan TAT dalam penelitian tentang kebutuhan berprestasi atau need of achievement yang dilakukan McClelland, Atkinson, dan rekan-rekan. Empat gambar, dua diantaranya diambil dari TAT, respon yang dicatat akan dihubungkan dengan tingkat kebutuhan berprestasi individu.

Sistem penentuan skor yang digunakan telah disiapkan Charles Smith bekerja sama dengan John W. Atkinson, David C. McClelland, dan Joseph Veroff. Sistem penentuan skor sudah dibuat berdasarkan tradisi penelitian yang sudah ada seperti prestasi, afiliasi, motivasi kekuasaan, serta banyak lainnya yang berhubungan dengan topi seperti ideologi politik dan kemampuan mengatasi permasalahan.

TAT untuk anak-anak disebut Children Apperception Test secara khusus dirancang untuk anak-anak usia 3-10 tahun. Kartu yang dibuat untuk CAT mengganti stimulus manusia dengan hewan. Asumsi yang mendasari adalah anak-anak lebih mudah memahami proyeksi melalui figur hewan. Figur hewan di CAT juga dibuat menampilkan sebuah kondisi situasi yang khas manusia. Gambar pada CAT diharapkan memunculkan stimulus fantasi berhubungan dengan aktifitas makan, oral, persaingan sesama saudara, hubungan orang tua-anak, agresi, latihan buang air besar dan kecil. CAT-H digunakan untuk usia 10 tahun keatas.

Roberts Apperception Tes for Children lebih dekat memenuhi standar psikometris untuk penyusunan tes dan evaluasi daripada teknik lain jenis apperception tests. RATC berisi seri 16 kartu stimulus yang paralel, satu untuk anak laki-laki dan satu untuk anak perempuan. Cerita hasil pengetesan diskor pada rangkaian skala yang mencakup jenis masalah antar pribadi yang sudah anak-anak alami dan hubungan interpersonal dengan orang dewasa. Norma skoring didasarkan dari 200 anak yang memiliki penyesuaian diri baik.

TEMAS

TEMAS berasal dari bahasa Spanyol yang artinya tema, namun juga singkatan Tell-Me-A-Story yang dirancang secara khusus untuk penaksiran atas ciri-ciri kognitif, afektif, dan kepribadian anak-anak dari usia 5 sampai 18 tahun. Menggunakan dua seri kartu stimulus yang paralel dengan warna lengkap, satu untuk anak-anak minoritas etnik dan satu untuk anak berkulit putih. Materi TEMAS dikembangkan secara teliti untuk memudahkan produksi verbal serta menstimulasi cerita-cerita. Meskipun dipuji sebagai perbaikan dari TAT, sayangnya atribut psikometris seperti reliabilitas test-retests dan konsistensi internal masih dipertanyakan.

Tes apersepsi tematik juga sudah dikembangkan untuk orang lanjut usia seperti Gerontological Apperception Test dan Senior Apperception Test. Keduanya menggunakan rangkaian kartu yang menampilkan seorang atau lebih sebagai individu lanjut usia dan mengilustrasikan dinamika perkembangan lanjut usia. Instrumen ini dikritik karena terlalu cepat dilansir dan memberi stereotipe terhadap masa lanjut usia. Instrumen ini tidak lebih baik daripada TAT dalam administrasi tes terhadap orang-orang lanjut usia.

Roszenweig Picture Frustration Study

Rosenzweig Picture Frustration Study lebih dibatasi dalam cakupan, dan meminta respon yang lebih sederhana. Tersedia dalam beberapa bentuk unduk orang dewasa, usia 14 tahun ke atas, remaja usia 12 hingga 18 tahun, anak-anak berusia 4-13 tahun. Berasal dari teori frustrasi Rosenzweig menyajikan rangkaian kartu dengan stimulus menghasilkan respon frustrasi. Respons pada P-F Study diklasidikasikan menurut tipe dan arah agresi. Tipe agresi meliputi dominasi-hambatan, objek pemicu frustrasi, rumusan dan perhatian pada perlindungan orang yang frustrasi, pemecahan masalah secara konstruktif. Arah agresi diskor sebagai ekstragresif atau berpaling ke luar pada lingkungan, intragresif atau berpaling kedalam diri sendiri, atau immagresif-padam sebagai usaha untuk menyembunyikan atau menghindari situasi.

Karena cakupan lebih terbatas, jauh lebih terstruktur, dan relatif objektif. Prosedur penentuan skor P-F lebih mudah didekati oleh analisa statistik daripada kebanyakan teknik proyektif lainnya.

Teknik Proyektif Verbal

Teknik proyektif selama ini menggunakan respons verbal, namun stimulusnya non verbal. Teknik proyektif verbal merupakan teknik proyektif baik stimulus dan responnya menggunakan verbal sebagai medium komunikasi. Teknik proyektif verbal bisa digunakan atau diadministrasikan dalam bentuk lisan atau tertulis untuk tujuan pengetesan individual atau kelompok.

Teknik asosiasi kata adalah teknik pendahuluan dari teknik proyektif lebih dari setengah abad. Awalnya, tes yang disebut "tes asosiasi bebas" dideskripsikan secara sistematik oleh Galton. Wundt dan J. McK. Cattell selanjutnya memperkenalkan tes ini untuk berbagai penggunaan. Administrasi tes ini dengan menyajikan rangkaian kata yang satu sama lain tidak memiliki hubungan dan meminta individu untuk memberikan respons dengan mengucap kata pertama yang muncul dalam pemikiran mereka.

Psikiater seperti Kraepelin dan Jung sudah meneliti teknik ini. Terutama Jung yang mengembangkan teknik ini dengan memilih kata-kata stimulus untuk mewakili kompleks-kompleks emosional umum dan menganalisis respon dengan. Teknik verbal lainnya menggunakan cara menyelesaikan kalimat. Teknik ini sudah digunakan secara luas dalam praktik penelitian ataupun klinis. Kata-kata dalam kalimat pada teknik ini dipilih supaya memungkinkan variasi penyelesaian yang mungkin dan jumlahnya tidak terbatas. Keluwesan teknik penyelesaian kalimat ini merefleksikan salah satu keuntungan jika digunakan dalam konteks klinis dan riset.

Contoh lain adalah Rotter Incomplete Sentence Blank terdiri dari 40 kalimat. Administrasi berunyi sebagai berikut: "Lengkapilah kalimat-kalimat ini untuk mengungkapkan perasaan Anda yang sesungguhnya. Coba selesaikan satu demi satu. Pastikan Anda melengkapi kalimat itu.". Hasil jawaban diskor berdasarkan skala 7 poin. Jumlah nilai individual akan menampilkan sebuah skor total yang bisa digunakan untuk penyaringan. Buku manual RISB yang baru direvisi mencakup informasi normatif yang diperbarui dan tinjauan studi penelitian yang dilaksanakan sejak tahun 1950.jukan pada waktu reaksi, isi, dan asosiasi kata yang sama dikembangkan di Menninger Clinic oleh Rappaport dan rekan-rekannya. Tes ini akan mendeteksi kerusakan proses pikiran dan menunjukkan area konflik yang signifikan juga digunakan sebagai detektor kebohongan.

Tes asosiasi kata salah satunya adalah Kent dan Rosanoff yang dirancang sebagai instrumen penyaringan psikiatri. Kent-Rosanoff Free Association Test sepenuhnya menggunakan penentuan skor objektif. Kata stimulus berjumlah 100 diambil dari kata umum dan netral dipilih karena dianggap membangkitkan asosiasi yang sama dari orang pada umumnya. Akan tetapi penggunaan tes asosiasi kata ditolak seiring variasi respons dari tiap usia, tingkat sosial ekonomi, pendidikan, latar belakang regional, budaya, kreatifitas, dan faktor lainnya. Sebagai alat tes, tes Kent-Rosanoff tetap mempertahankan posisinya sebagai alat laboratorium standar dengan menambahkan norma-norma tambahan, yang penggunaannya saat ini lebih dicondongkan kepada penelitian perilaku verbal dan kepribadian.

Teknik Proyeksi Ingatan Autobiografi

Teknik verbal proyektif bentuk lainnya adalah menggunakan teknik ingatan autobiografis untuk pengukuran kepribadian. Menganalisa peristiwa yang sudah pernah terjadi saat awal sampai hari ini kemudian memahami konflik-konflik yang tidak terlihat merupakan dasar dibuatnya teknik verbal proyektif berdasar psikoterapi psikodinamis Freud. Alfred Adler, beranggapan bahwa ingatan awal secara khusus memegang kunci dalam pemahaman gaya hidup individu. Implikasinya, psikolog Adlerian menggunakan ingatan awal sebagai alat klinis dan kadang penelitian.

Early Memory Process karya Arnold R. Bruhn merupakan karya yang menonjol dalam teknik ingatan autobiografis. Petunjuk tes ini menggunakan kertas dan pensil yang dilaksanakan secara mandiri. Instrumen ini akan mengumpulkan sampel 21 ingatan autobiografis selama rentang perkembangan kehidupan. Bagian pertama tes menghendaki agar enam ingatan umum atau "spontan", dibatasi oleh rentang waktu tertentu sepertu keenam ingatan paling dini dan ingatan seumur hidup yang amat penting. Bagian kedua adalah 15 ingatan spesifik atau diarahkan yang menjelajahi berbagai peristiwa dan wilayah berbeda, yang relevan dalam konteks klinis.

Pendekatan psikometri terhadap alat tes ini cenderung fleksibel. Termasuk saat pengembangan Comprehensif Early Memories Scoring System. Bruhn memandang EMs sebagai fenomena psikologi kompleks, sehingga membutuhkan banyak teori dalam menjelaskan dan lebih lanjut untuk diatributkan secara psikometri. Fleksibilitas dalam skoring yang diterapkan Bruhn sebenarnya melanggar penentuan norma skor. Terdapat sistem "boutique" yang didasarkan pada aspek-aspek yang secara empiris diobservasi. Bruhn dan rekannya tetap mengembangkan alat tes ini dengan mengumpulkan data yang menjanjikan dengan sistem penentuan skor dirancang untuk memprediksi kerentanan pada pelanggaran dan kekerasan. Bagaimanapun alat tes EMP masih dalam taraf pengembangan. Terutama tentang atribut psikometri yang menjadi hambatan alat tes ini sebagai alat tes proyeksi terstandarisasi.

Teknik Menggambar

Salah satu teknik menggambar yang terkenal dalah Machover’s Draw A Person dengan administrasi memberikan sebuah kertas dan pensil lalu individu diminta menggambar orang. Setelah menyelesaikan gambar pertama, ia diminta menggambar lagi orang dengan jenis kelamin berbeda dengan dirinya. Sementara responden menyelesaikan gambar, tester mengamati komentar, urutan penggambaran bagian-bagian yang berbeda dan rincian prosedural. Interpretasi DAP pada dasarnya kualitatif menurut Machover dan banyak mengandung generalisasi yang didasarkan kepada perbandingan bagian-bagian tubuh. Walaupun sudah melakukan administrasi padar ribuan gambar namun tetap masih gagal untuk mendapatkan data yang baik guna mendukung atribut psikometri tes Machover DAP.

Human Figure Drawing dikembangkan oleh Koppitz berdasarkan pengalaman klinis. Sebagai pengembangan lebih baik dari tes Machover DAP. Tes yang bertujuan untuk kematangan mental, melihat dinamika hubungan antar pribadi anak-anak dibuat norma tesnya dari 1.856 subjek anak-anak usia 5 – 12 tahun. Lebih lanjut bahwa Koppitz mengembangkan model kedua dari HFD, untuk melihat perbandingan gambar anak-anak yang tidak memiliki masalah emosional dengan anak-anak yang memiliki masalah emosional. Terdapat 30 indikator untuk melihat masalah-masalah tersebut berdasar hasil gambar testee. Namun lebih lanjut para ahli menyarankan hasil gambar HFD apabila digunakan untuk prosedur klinis maka hasil gambar hanya dijadikan hipotesis dan diperlukan pengolahan informasi lebih lanjut.

Teknik lain yang terkenal adalah House-Tree-Person atau HTP, administrasi tes HTP adalah menggambar rumah, pohon dan manusia secara terpisah dalam satu lembar kertas dengan posisi horizontal. Teknik baru yang lebih menjanjikan untuk instrumen klinis adalah teknik Kinetic Family Drawing-R. Dalam tes ini anak-anak diminta menggambarkan masing-masing aktifitas anggota keluarga termasuk diri mereka sendiri. KFD dalam penyelidikan psikometri akan lebih baik daripada tes teknik kinerja lainnya, karena melalui hasil yang didapat dalam KFD akan memungkinkan sekali digunakan analisa statistik seperti regresi majemuk.

Tes Proyeksi Permainan

Tes proyeksi permainan dikembangkan dari terapi permainan melibatkan objek-objek seperti wayang, boneka, miniatur. Salah satu tes proyeksi permainan adalah Scenotes. Alat tes terdiri dari berbagai figur manusia atau binatang. Alat tes ini bertujuan untuk mengungkap pada anak-anak sikap mereka terhadap keluarga, persaingan sebaya, ketakutan, agresivitas, konflik dan sebagainya. Pada anak-anak, tester hanya menyediakan koleksi mainan untuk permainan bebas. Pada orang dewasa disajikan bersama dengan instruksi umum untuk menjalankan tugas yang bersifat amat tidak terstruktur. Tugas tersebut memiliki segi-segi dramatis, seperti mengatur bentuk-bentuk di panggung miniatur. Schaefer, Gitlin, Sandgrund yang menyunting alat tes ini melihat teknik yang mereka gunakan pada Scenotes ini masih pengembangan. Meskipun begitu berbagai pendekatan berhasil mereka kumpulkan mencakup ukuran yang cemerlang dan menawarkan metode observasi formal yang terstruktur. Scenotes mengungkap masalah yang cukup luas, stimulus berbentuk boneka, wayang, akan mengungkap baik masalah spesifik seperti autisme, hiperaktivitas, namun juga mengungkap masalah seperti umumnya yaitu interaksi anak dengan orang tua dan teman sebaya.

Evaluasi Teknik Proyektif

Rapor dan Kemampuan Aplikasi

Teknik proyektif memungkinkan mencairkan kebekuan antara tester dan testee dalam konteks pemeriksaan klinis. Tugas yang ada pada teknik proyektif akan memberi distraksi dan perlahan mengurangi sifat defensif serta perlahan membangun kepercayaan antara tester dan testee. Tugas pada teknik proyektif lebih menarik dan menghibur. Teknik proyektif akan berguna bagi anak-anak kecil, orang dengan gangguan inderawi, defisiensi bahasa. Media nonverbal dapat diterapkan pada kelompok ini dan respon yang ditampilkan bisa membantu individu mengenali sejumlah aspek perilaku mereka yang sebelumnya sulit diungkap melalui verbal.

Berpura-pura (Faking)

Stimulus ambigu akan menimbulkan beragam respon. Tes proyektif tidak akan memberikan informasi tujuan pengetesan secara langsung. Sekalipun testee sudah atau belum pernah mengalami administrasi tes proyektif, kemungkinan besar seperti pada hasil temuan eksperimen dengan tes proyektif. Bahwa testee kemungkinan besar bisa melakukan kecenderungan fake good atau fake bad. Kecenderungan tersebut akan ditemukan di berbagai alat tes proyektif mulai dari Rorscharch, TAT, Rosenzweig, P-F Study, sentence completion test. Tester yang terampil akan mampu melihat kecenderungan ini saat elaksanakan tes.

Norma Skor

Begitu disayangkan tes yang bisa mengungkap lebih mendalam seperti tes proyeksi tidak memiliki data reliabilitas, validitas yang baik seperti tes psikologi lainnya. Sekalipun sudah terhimpun data disebabkan tidak adanya norma-norma objektif yang memadai. Interpretasi atas kerja tes proyektif sering melibatkan norma subkelompok yang sering ambigu.

Reliabilitas

Reliabilitas pada teknik proyektif rata-rata memberikan hasil yang tidak memuaskan. Hal ini disebabkan seperti temuan pada masing-masing kartu sebagai soal tidak bisa dilakukan studi koefisien reliabilitas konsistensi internal, split half reliability. Sebab lain adalah scorer reliability, skor hasil tes tidak hanya ada preliminary scoring, tetapi pada tahap integrasi hasil tes dan interpretasi. Sekalipun tercatat bahwa Holtzman Inkblot Technique adalah teknik proyeksi yang berhasil dilaksanakan uji reliabilitas model split half.

Validitas

Rendahnya validitas dalam teknik proyektif disebabkan kurangnya kesimpulan matang mengenai studi validitas. Studi validitas tes proyektif sendiri mengalami defisiensi prosedural seperti kurangnya kontrol eksperimen atau analisa statistik, bahkan keduanya dapat terjadi dalam uji validitas tes proyektif. Validitas dalam tes proyektif juga sulit didapat disebabkan begitu luasnya penilaian dari hasil tes yang akan diukur/dinilai.

Hipotesa Tes Proyektif

Asumsi tradisional dari tes proyektif adalah sebuah stimulus ambigu akan memunculkan respon yang sudah ditekan dalam diri manusia. Respon tersebut sangat beragam dan begitu banyak variasinya. Stimulus ambigu yang digunakan dalam tes proyeksi mulai dipertanyakan keabsahannya. Hal ini dalam kritik para ahli mengatakan lebih baik digunakan sebuah stimulus terstruktur agar memudahkan dalam proses skoring karena respon akan masuk kedalam struktur stimulus dan kembali memudahkan proses tes proyektif sebagai tes psikologi memiliki kelengkapan psikometri seperti validitas, reliabilitas.

Teknik Proyektif Sebagai Instrumen Psikometris

Teknik proyektif pada dasarnya tidak bisa begitu saja disebut sebagai tes proyektif. Mengacu pada standar tes, dan hasil tes kelayakan sebagai instrumen psikometris mayoritas teknik proyektif tidak memenuhi syarat menjadi instrumen psikometris. Penggunaan teknik proyektif pasca uji kelayakan sebagai instrumen psikometris juga mengalami kendala disebabkan temuan bahwa teknik ini tidak siap untuk digunakan sebagai teknis harian diagnosa psikologi untuk membuat keputusan dan prediksi mengenai individu.

Teknik Proyektif Sebagai Alat Psikologi Klinis

Teknik proyektif lebih diandalkan sebagai diagnosa klinis daripada sebagai instrumen psikometri. Teknik proyektif juga digunakan sebagai alat bantu wawancara dalam mengumpulkan informasi psikologi seseorang bagi para psikolog klinis sudah ahli. Cronbach dan Gleser melihat karakteristik dari tes proyeksi dan wawancara sebagai penggalian data memiliki keakuratan yang rendah dan rendah pula dalam ketepatannya memprediksi gambaran psikologi manusia. Berbeda dengan tes psikologi yang sudah terstandarisasi memiliki keakuratan tinggi dan ketepatan tinggi dalam memprediksi potret psikologi manusia.

Sekian artikel tentang Macam-Macam Teknik Metode Pengukuran dalam Psikologi.

Daftar Pustaka

  • Anastasi, A & Urbina, S. 1998. Psychological Testing: 7th ed.
  • Gregory, Robert.J. Psyhcological Testing:6th edition. Boston: Pearson Education