Metode Penelitian Antropologi Psikologi Menurut Para Ahli - Penelitian Antropologi Psikologi di Indonesia ,mempunyai peranan penting dalam pembangunan bangsa, karena dapat memberi bahan keterangan untuk kepentingan juga sebagai bahan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, dalam arti sebagai individu sekaligus makhluk sosial yang merupakan kesatuan bulat, yang harus dikembangkan secara imbang, selaras, dan serasi.
Metode penelitian yang dipergunakan untuk penelitian terdebut, adalah seperti apa yang telah dikembangkan ahli-ahli Antropologi Psikologi AS Florence R. Kluckkhohn dan Clyde Kluckkhohn.
A. Metode-Metode Etnografis
(1) Metode Wawancara
Ada empat macam jenis pengamatan, yaitu :
a) Pengamatan biasa
Pengamatan yang dilakukan tanpa terlibat atau kontak langsung dengan informan yang menjadi sasaran penelitiannya.
b) Pengamatan terkendali
Konsepnya hampir sama dengan pengamatan biasa. Akan tetapi perbedaanya pada metode ini peneliti terlebih dahulu memilih secara khusus calon informan sehingga mudah untuk diamati.
c) Pengamatan terlibat
Atau bisa disebut pengamatan partisipasi, yaitu metode di mana selain mengamati, peneliti juga ikut terlibat dalam kegiatan yang berlangsung serta mengadakan hubungan emosional dan soial dengan para informannya. Metode yang dalam bahasa Jerman disebut “verstehen” ini merupakan metode paling umum digunakan dalam penelitian etnografi.
d) Pengamatan penuh
Yaitu penelitian mengidentifikasikan dirinya sebagai bagian dari masyarakat yang sedang diteliti. Peneliti sudah diterima dan masuk ke dalam struktur masyarakat yang diamatinya. Dalam kondisi seperti ini, peneliti dapat dengan mudah bergaul.
B. Metode Ilmu Sosial Lainnya
(1) Metode Pengimpulan Data Riwayat Hidup Individu
Tujuan penelitian Antropologi Psikologi dengan mempergunakan metode pengumpulan dan menganalisa riwayat hidup untuk memperdalam pengertian dari si peneliti terhadap masyarakat di mana tokoh-tokoh itu hidup. Metode analisa riwayat hidup individu sangat berguna bagi penelitian antropologi psikologi, antara lain:
(2) Metode Mencatat Mimpi
Levine (1991, dalam Shiraev & Levy) melakukan penelitian mengenai peran budaya dan lingkungan sosial terhadap representasi konflik di dalam mimpi anak – anak. Kelompok anak yang dipilih adalah anak-anak Bedouin, Irlandia dan Israel. 3 kelompok anak ini memiliki latar belakang sosial dan agama yang sangat berbeda.
Anak Bedouin hidup seminomaden, beragama Islam, tidak menggunakan listrik dan air, serta tinggal bersama keluarga besar. Anak Israel tinggal di rumah yang besar, berlistrik, memiliki TV dan kolam renang, dan budayanya menekankan pada keseimbangan individualitas dan interdependensi. Anak Irlandia berasal dari desa yang masyarakatnya bersifat agraris, orangtua petani dan secara fisik tinggal berjauhan satu sama lain. Anak Bedouin dan Israel mengalami pengalaman konflik etnik dan politik di tempat mereka tinggal, sedangkan anak Irlandia tidak mengalaminya. Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan mencatat mimpi anak-anak tersebut setiap hari selama 7 hari. Pengukuran dilakukan terhadap: (1) muncul/tidaknya konflik dalam mimpi, (2) kualitas dari konflik yang muncul, (3) isi dari konfik. Peneliti dibantu tiga orang asisten yang berasal dari negara tempat pengambilan data dan bertanggungjawab terhadap anak dimana ia berasal.
Jumlah mimpi yang dianalisis berasal dari 77 anak dimana secara umum 63% mengandung tema konflik dalam mimpinya. Dalam tiga kelompok anak, mimpi yang mengandung tema konflik dua kali lebih banyak daripada mimpi yang tidak mengandung tema konflik. Jumlah anak yang mengalami mimpi bertema konflik hampir sama pada tiap kelompok anak. Terdapat perbedaan antara anak Bedouin dengan anak Israel dan Irlandia dalam hal munculnya figur non-human dalam mimpinya. Hal ini dikaitkan dengan lingkungan fisik tempat anak Bedouin tinggal, dimana sangat tergantung pada kekuatan alam dan kurang memiliki kontrol terhadap lingkungannya jika dibandingkan anak Israel & Irlandia. Sedangkan anak Israel tampak berbeda dengan kelompok lainnya dalam hal isi mimpinya, yaitu adanya ancaman terhadap kemerdekaannya. anak Irlandia dibandingkan dua kelompok anak lainnya lebih merefleksikan usaha menarik diri dari hubungan interpersonal. Hal ini diduga berkaitan dengan tempat tinggal mereka yang terisolasi secara geografis dengan masyarakat perkotaan.
(3) Metode Survei Lintas Budaya
Istilah “cross-cultural studies” muncul dalam ilmu-ilmu sosial pada tahun 1930-an yang terinspirasi oleh cross-cultural survey yang dilakukan oleh George Peter Murdock, seorang antropolog dari Universitas Yale. Istilah ini pada mulanya merujuk pada kajian-kajian komparatif yang didasarkan pada kompilasi data-data kultural. Namun istilah itu perlahan-lahan memperoleh perluasan makna menjadi hubungan interaktif antar individu dari dua atau lebih kebudayaan yang berbeda. Dalam konteks pengertian pertama, penelitian lintas budaya merupakan kajian dalam berbagai bidang ilmu yang dilakukan dengan cara membandingkan berbagai unsur beberapa kebudayaan. Kajian perbandingan di bidang politik, ekonomi, komunikasi, sosiologi, teori media, antropologi budaya, filsafat, sastra, linguistik dan musik (ethnomusicology) merupakan beberapa bentuk kajian dalam konteks ini. Dalam konteks pengertian kedua, penelitian lintas budaya diarahkan pada kajian tentang berbagai bentuk interaksi antara individu-individu dari berbagai kelompok budaya yang berbeda. Kajian lintas budaya dalam perspektif ini mengambil interaksi manusia sehari-hari sebagai bagian dari budaya yang perlu dicermati karena, sebagaimana halnya dengan pemahaman antropologis yang memandang budaya sebagai keseluruhan cara hidup (way of life). Oleh karena itu, unsur-unsur kebudayaan yang perlu diteliti seharusnya tidak hanya yang ‘spektakuler’ saja. Hal-hal yang biasa dilakukan, dirasakan, dibicarakan, didengar, dilihat, maupun dialami dalam interaksi sehari-hari oleh dua atau lebih individu dengan latarbelakang kebudayaan berbeda merupakan wilayah amatan cross-cultural studies.
Metode survey lintas budaya berhubungan erat dengan kajian-kajian korelasional. Penelitian yang menggunakan metode ini mulanya tidak melakukan penelitian lapangan. Hal ini disebabkan karena data-data yang dikumpulkan diperoleh dari data-data sekunder dari Human Relation Area Files (HRAF) dan terkadang ditambah dangan data-data dari sumber lain. Yang kemudian berkembang adalah usaha untuk menggabungkan dengan penelitian di lapangan. Bahkan pada akhirnya ada penelitian yang tidak menggunakan data sekunder dari HRAF lagi karena sudah dianggap ketinggalan jaman dan tidak dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah lagi.
(4) Metode Mempergunakan Folklor Sebagai Bahan Penelitian Antropologi Psikologi
Konsep dan cakupan folklor cukup luas. Ada pendapat yang menawarkan konsep folklor cenderung ke arah hal-hal yang bersifat tradisional. Ada lagi yang menolak gagasan folklor sebagai hal yang hanya bersifat tradisional saja. Jika berpijak pada hakikat folklor awal, sebenarnya yang ada adalah folklor lisan. Induk dari folklor itu sebenarnya budaya lisan. Dari budaya lisan itu sebenarnya folklor semakin dikenal. Oleh karena kelisanan pula folklor menjadi menarik. Dengan kelisanan, rentan perubahan. Padalah perubahan jelas merupakan daya tarik tersendiri bagi peneliti folklor. Penelitian folklor memang perlu didasari apa dan bagaimana folklor itu. Penelitian folklor membutuhkan ketelitian yang luar biasa karena ketelitian dan jeleian adalah setengah dari keberhasilan penelitian. Jika telah memahami konsep, teori, dan aplikasi dalam penelitian secara benar maka penelitian tidak akan salah arah dan hasil penelitian pun akan maksimal. Salah seorang peneliti folklore di Indonesia yakni Koentjaranigrat.
A. Metode-Metode Etnografis
(1) Metode Wawancara
Wawancara etnografi merupakan jenis peristiwa percakapan (speech event) yang khusus. Metode wawancara merupakan metode untuk memperoleh data dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada informan.
Jenis-jenis Wawancara
Metode wawancara tidak berencana masih terbagi lagi menjadi 2 macam yaitu :
Adapun jika dilihat dari bentuk pertanyaannya, kedua wawancara di atas dapat dibagi lagi menjadi 2 kategori yaitu :
(2) Metode Pengamatan
Metode observasi disebut juga metode pengamatan lapangan. Metode ini dilakukan melalui pengamatan indrawi., yaitu dengan melakukan pencatatan terhadap gejala-gejala pada objek penelitian secara langsung dilapangan. Pada metode ini pengumpulan data dilakukan dengan mencatat semua kejadian atau fenomena yang diamatai ke dalam catatan lapangan ( field notes ).
a. Jenis-jenis metode pengamatan
Jenis-jenis Wawancara
- Wawancara berencana, yaitu wawancara yang dilaksanakan melalui teknik-teknik tertentu, antara lain menyusun sejumlah pertanyaan sedemikian rupa dalam bentuk angket questioner.
- Wawancara tidak berencana, yaitu wawancara yang tidak direncanakan secara sistematis dan tidak menggunakan pedoman wawancara. Wawancara ini dilaksanakan untuk memperoleh tanggapan tentang pandangan hidup, sistem keyakinan, atau keagamaan.
Metode wawancara tidak berencana masih terbagi lagi menjadi 2 macam yaitu :
- Wawancara terfokus (focused interview), yaitu terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang tidak berstruktur, tetapi terpusat pada satu pokok.
- Wawancara bebas (free interview), yaitu pertanyaan yang tidak terpusat, melainkan dapat berpindah-pindah pokok pertanyaan.
Adapun jika dilihat dari bentuk pertanyaannya, kedua wawancara di atas dapat dibagi lagi menjadi 2 kategori yaitu :
- Wawancara tertutup, yaitu terdiri dari berbagai pertanyaan yang jawabannya terbatas. Terkdang pilihan jawaban hanya berbentuk “ya” dan “tidak”.
- Wawancara terbuka, yaitu pertanyaan yang jawabannya berupa keterangan atau cerita yang luas.
(2) Metode Pengamatan
Metode observasi disebut juga metode pengamatan lapangan. Metode ini dilakukan melalui pengamatan indrawi., yaitu dengan melakukan pencatatan terhadap gejala-gejala pada objek penelitian secara langsung dilapangan. Pada metode ini pengumpulan data dilakukan dengan mencatat semua kejadian atau fenomena yang diamatai ke dalam catatan lapangan ( field notes ).
a. Jenis-jenis metode pengamatan
Ada empat macam jenis pengamatan, yaitu :
a) Pengamatan biasa
Pengamatan yang dilakukan tanpa terlibat atau kontak langsung dengan informan yang menjadi sasaran penelitiannya.
b) Pengamatan terkendali
Konsepnya hampir sama dengan pengamatan biasa. Akan tetapi perbedaanya pada metode ini peneliti terlebih dahulu memilih secara khusus calon informan sehingga mudah untuk diamati.
c) Pengamatan terlibat
Atau bisa disebut pengamatan partisipasi, yaitu metode di mana selain mengamati, peneliti juga ikut terlibat dalam kegiatan yang berlangsung serta mengadakan hubungan emosional dan soial dengan para informannya. Metode yang dalam bahasa Jerman disebut “verstehen” ini merupakan metode paling umum digunakan dalam penelitian etnografi.
d) Pengamatan penuh
Yaitu penelitian mengidentifikasikan dirinya sebagai bagian dari masyarakat yang sedang diteliti. Peneliti sudah diterima dan masuk ke dalam struktur masyarakat yang diamatinya. Dalam kondisi seperti ini, peneliti dapat dengan mudah bergaul.
image source: |
baca juga: Pengertian Antropologi Psikologi dan Penelitian di Indonesia
B. Metode Ilmu Sosial Lainnya
(1) Metode Pengimpulan Data Riwayat Hidup Individu
Tujuan penelitian Antropologi Psikologi dengan mempergunakan metode pengumpulan dan menganalisa riwayat hidup untuk memperdalam pengertian dari si peneliti terhadap masyarakat di mana tokoh-tokoh itu hidup. Metode analisa riwayat hidup individu sangat berguna bagi penelitian antropologi psikologi, antara lain:
- Data riwayat hidup individu penting bagi si peneliti, untuk memperoleh pandangan dari dalam mengenai gejala-gejala sosial dalam suatu masyarakat melalui pandangan dari para warga sebagai partisipan dari masyarakat yang bersangkutan.
- Data riwayat hidup individu penting bagi si peneliti, untuk mencapai pengertian mengenai masalah individu warga masyarakat yang suka berkelakuan lain.
- Data riwayat hidup individu penting bagi si peneliti, untuk memperoleh pengertian mendalam tentang hal-hal psikologis yang tak mudah diamati dari luar, atau dengan metode wawancara berdasarkan pertanyaan langsung.
- Data riwayat hidup individu penting bagi si peneliti, untuk mendapat gambaran yang lebih mengenai detail dari hal yang tidak mudah akan diceritakan dengan metode wawancara berdasarkan pertanyaan langsung.
(2) Metode Mencatat Mimpi
Levine (1991, dalam Shiraev & Levy) melakukan penelitian mengenai peran budaya dan lingkungan sosial terhadap representasi konflik di dalam mimpi anak – anak. Kelompok anak yang dipilih adalah anak-anak Bedouin, Irlandia dan Israel. 3 kelompok anak ini memiliki latar belakang sosial dan agama yang sangat berbeda.
Anak Bedouin hidup seminomaden, beragama Islam, tidak menggunakan listrik dan air, serta tinggal bersama keluarga besar. Anak Israel tinggal di rumah yang besar, berlistrik, memiliki TV dan kolam renang, dan budayanya menekankan pada keseimbangan individualitas dan interdependensi. Anak Irlandia berasal dari desa yang masyarakatnya bersifat agraris, orangtua petani dan secara fisik tinggal berjauhan satu sama lain. Anak Bedouin dan Israel mengalami pengalaman konflik etnik dan politik di tempat mereka tinggal, sedangkan anak Irlandia tidak mengalaminya. Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan mencatat mimpi anak-anak tersebut setiap hari selama 7 hari. Pengukuran dilakukan terhadap: (1) muncul/tidaknya konflik dalam mimpi, (2) kualitas dari konflik yang muncul, (3) isi dari konfik. Peneliti dibantu tiga orang asisten yang berasal dari negara tempat pengambilan data dan bertanggungjawab terhadap anak dimana ia berasal.
Jumlah mimpi yang dianalisis berasal dari 77 anak dimana secara umum 63% mengandung tema konflik dalam mimpinya. Dalam tiga kelompok anak, mimpi yang mengandung tema konflik dua kali lebih banyak daripada mimpi yang tidak mengandung tema konflik. Jumlah anak yang mengalami mimpi bertema konflik hampir sama pada tiap kelompok anak. Terdapat perbedaan antara anak Bedouin dengan anak Israel dan Irlandia dalam hal munculnya figur non-human dalam mimpinya. Hal ini dikaitkan dengan lingkungan fisik tempat anak Bedouin tinggal, dimana sangat tergantung pada kekuatan alam dan kurang memiliki kontrol terhadap lingkungannya jika dibandingkan anak Israel & Irlandia. Sedangkan anak Israel tampak berbeda dengan kelompok lainnya dalam hal isi mimpinya, yaitu adanya ancaman terhadap kemerdekaannya. anak Irlandia dibandingkan dua kelompok anak lainnya lebih merefleksikan usaha menarik diri dari hubungan interpersonal. Hal ini diduga berkaitan dengan tempat tinggal mereka yang terisolasi secara geografis dengan masyarakat perkotaan.
(3) Metode Survei Lintas Budaya
Istilah “cross-cultural studies” muncul dalam ilmu-ilmu sosial pada tahun 1930-an yang terinspirasi oleh cross-cultural survey yang dilakukan oleh George Peter Murdock, seorang antropolog dari Universitas Yale. Istilah ini pada mulanya merujuk pada kajian-kajian komparatif yang didasarkan pada kompilasi data-data kultural. Namun istilah itu perlahan-lahan memperoleh perluasan makna menjadi hubungan interaktif antar individu dari dua atau lebih kebudayaan yang berbeda. Dalam konteks pengertian pertama, penelitian lintas budaya merupakan kajian dalam berbagai bidang ilmu yang dilakukan dengan cara membandingkan berbagai unsur beberapa kebudayaan. Kajian perbandingan di bidang politik, ekonomi, komunikasi, sosiologi, teori media, antropologi budaya, filsafat, sastra, linguistik dan musik (ethnomusicology) merupakan beberapa bentuk kajian dalam konteks ini. Dalam konteks pengertian kedua, penelitian lintas budaya diarahkan pada kajian tentang berbagai bentuk interaksi antara individu-individu dari berbagai kelompok budaya yang berbeda. Kajian lintas budaya dalam perspektif ini mengambil interaksi manusia sehari-hari sebagai bagian dari budaya yang perlu dicermati karena, sebagaimana halnya dengan pemahaman antropologis yang memandang budaya sebagai keseluruhan cara hidup (way of life). Oleh karena itu, unsur-unsur kebudayaan yang perlu diteliti seharusnya tidak hanya yang ‘spektakuler’ saja. Hal-hal yang biasa dilakukan, dirasakan, dibicarakan, didengar, dilihat, maupun dialami dalam interaksi sehari-hari oleh dua atau lebih individu dengan latarbelakang kebudayaan berbeda merupakan wilayah amatan cross-cultural studies.
Metode survey lintas budaya berhubungan erat dengan kajian-kajian korelasional. Penelitian yang menggunakan metode ini mulanya tidak melakukan penelitian lapangan. Hal ini disebabkan karena data-data yang dikumpulkan diperoleh dari data-data sekunder dari Human Relation Area Files (HRAF) dan terkadang ditambah dangan data-data dari sumber lain. Yang kemudian berkembang adalah usaha untuk menggabungkan dengan penelitian di lapangan. Bahkan pada akhirnya ada penelitian yang tidak menggunakan data sekunder dari HRAF lagi karena sudah dianggap ketinggalan jaman dan tidak dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah lagi.
(4) Metode Mempergunakan Folklor Sebagai Bahan Penelitian Antropologi Psikologi
Konsep dan cakupan folklor cukup luas. Ada pendapat yang menawarkan konsep folklor cenderung ke arah hal-hal yang bersifat tradisional. Ada lagi yang menolak gagasan folklor sebagai hal yang hanya bersifat tradisional saja. Jika berpijak pada hakikat folklor awal, sebenarnya yang ada adalah folklor lisan. Induk dari folklor itu sebenarnya budaya lisan. Dari budaya lisan itu sebenarnya folklor semakin dikenal. Oleh karena kelisanan pula folklor menjadi menarik. Dengan kelisanan, rentan perubahan. Padalah perubahan jelas merupakan daya tarik tersendiri bagi peneliti folklor. Penelitian folklor memang perlu didasari apa dan bagaimana folklor itu. Penelitian folklor membutuhkan ketelitian yang luar biasa karena ketelitian dan jeleian adalah setengah dari keberhasilan penelitian. Jika telah memahami konsep, teori, dan aplikasi dalam penelitian secara benar maka penelitian tidak akan salah arah dan hasil penelitian pun akan maksimal. Salah seorang peneliti folklore di Indonesia yakni Koentjaranigrat.
Sekian artikel tentang Metode Penelitian Antropologi Psikologi Menurut Para Ahli.
Daftar Pustaka
Daftar Pustaka
- Endaswara, Suwardi. 2009. “Metodologi Penelitian Folklor: Konsep, Teori, dan Aplikasi”. Indonesia: Media Pressindo
- Koentjaraningrat, 1990. “Pengantar Ilmu Antropologi””, PT Rineka Cipta